Makalah Putusan Fadroel Rachman
BAB II
Rumusan Masalah
- Apakah pengertian dari sumber hukum
itu ?
- Apakah sumber-sumber HTN itu ?
- Apakah pengertian peraturan
perundang-undangan itu ? Dan apa bedanya dengan Penetapan ?
- Bagimanakah tata urutan peraturan
perundang-undangan di Indonesia ? Mengapa tata urutan atau Hirarki
peraturan perundang – undangan sering mengalami perubahan ?
- Mengapa MK memberikan putusan yang
berbeda untuk substansi persoalan yang sama-sama mempersoalkan calon
independen, meskipun berbeda tingkatannya (pilkada dan pilpres) ?
BAB III
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Sumber Hukum
Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk
penyusunan peraturan perundang-Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis
dan tidak tertulis. Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila
sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan
Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi
seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang-Undang Dasar
1945. undangan.[1]
2.
Sumber-sumber
Hukum Tata Negara
·
Sumber
hukum dlm artian asalnya hukum positif;
·
Sumber
hukum dlm artian tempat diketemukannya hukum positif (Smber Hkm Formal);
·
Sumber
hukum dlm artian materi yg seharusnya menjadi muatan/isi hukum positif (Sumber
Hkm Materiil). [2]
Dalam bidang hukum
tata negara (contitutional law), dapat dibedakan lagi antara hukum tata negara
umum dan hukum tata negara positif. Di masing-masing negara, juga berlaku
sistem hukumnya secara sendiri-sendiri yang berbeda-beda pula pengertiannya
tentang sumber hukumnya itu. Sistem common law lebih mengutamakan asas
precedent dan doktrin judge-made law, sehingga yurisprudensi peradilan lebih
diutamakan sedangkan dalam civil law, peraturan tertulislah yang lebih penting
dibandingkan yang lain.
Khusus dalam ilmu
hukum tata negara, pada umumnya (verfassungsrechtslehre), yang biasa diakui
sebagai sumber hukum adalah:
§ Undang-undang Dasar dalam peraturan
perundang-undangan tertulis
§ Yurisprudensi peradilan
§ Konvensi ketatanegaraan
§ Hukum internasional tertentu
§ Doktrin ilmu hukum tata negara tertentu[3]
3.
Pengertian
Peraturan Perundang-Undangan
Pengertian
dari peraturan perundang-undangan diatur
dalam Pasal
1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan adalah peraturan tertulis yang memuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Perundang-undangan. Jadi, peraturan perundang-undangan merupakan peraturan
bersifat umum-abstrak, tertulis, mengikat umum, dibentuk oleh oleh lembaga atau
pejabat yang berwenang dan bersifat mengatur. [4]
·
Perbedaan antara
keputusan/penetapan dan peraturan
Keputusan (beschikking)
|
Peraturan (regeling)
|
Selalu bersifat individual
and concrete.
|
Selalu bersifat general
and abstract.
|
Pengujiannya
melalui gugatan di peradilan tata usaha negara.
|
Pengujiannya untuk peraturan di bawah undang-undang (judicial review)
ke Mahkamah Agung, sedangkan untuk undang-undang diuji ke Mahkamah
Konstitusi.
|
Bersifat sekali-selesai (enmahlig).
|
Selalu berlaku terus-menerus (dauerhaftig).
|
-
4.
Tata Urutan Peraturan perundang-undangan di Indonesia
§ Tata urutan peraturan menurut Tap MPRS No. XX tahun 1966:
-
UUD 1945
-
Ketetapan MPRS
-
UU/Perpu
-
Peraturan Pemerintah
-
Keputusan Presiden
-
Peraturan pelaksanaan
lainnya, seperti Peraturan Menteri, Instruktur Menteri
§ Tata urutan peraturan menurut Tap MPR No. III Tahun 2000
-
UUD RI 1945
-
Ketetapan MPR RI
-
UU
-
Perpu
-
PP
-
Keputusan Presiden
-
Perda
§ Tata urutan peraturan menurut UU 10 tahun 2004
-
UUD RI 1945
-
UU/Perpu
-
Peraturan Pemerintah
-
Peraturan Presiden
-
Peraturan Daerah, meliputi
Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
-
Peraturan Desa
Seringnya terjadi
perubahan pada Hierarki
perundang-undangan di Indonesia tidak bisa di hindari sebab perundang-undangan
di Indonesia mengalami perubahan karena menyesuaikan dengan keadaan politik
yang ada. Pada masalah ini Hierarki
perundang-undangan di Indonesia memiliki pasang surut perubahan akibat
konfigurasi politik yang ada dan bergejolak pasca pergantian penguasa. Pasang
surut ini menjadi sebuah polemik yang berkepanjangan. Perubahan itu
menjadi salah satu sisi meningkatnya sistem demokrasi yang ada di Indonesia.
Peningkatan taraf kemurnian demokrasi ini menjadi awal kebangkitan sistem
pemerintahan. Dari konservatif menuju progresif.
-
Dan juga Perjalanan Hierarki Peraturan perundang-undangan
di Indonesia terus mengalami perubahan dan pergantian,yang disebabkan adanya
ketidak sesuaiaan lagi dengan aturan yang mesti diberlakukan dan sejalan dengan
perkembangan waktu maka hirarki perundang-undangan harus dapat beradpatasi dengan
polemik masalah yang baru dan harus menghasilkan solusi baru pula dalam
menyikapi permasalahan kehidupan ketatanegaraan bangsa Indonesia. Maka
perubahan hirarki perundang-undangan di Indonesia fleksibel dan dinamis.
5.
Mengapa MK memberikan
putusan yang berbeda untuk substansi persoalan yang sama-sama mempersoalkan
calon independen, meskipun berbeda tingkatannya (pilkada dan pilpres) ?
Sebelum kita menjawab pertanyaan tersebut, berikut kutipan ringkasan
permohonan dari Fadjroel Rahman yang menggugat UU No. 42 /2008:
- Pengertian Pasal 1 ayat (4) UU Pilpres dan Pengaturan Pasal 8, Pasal
9, dan Pasal 13 ayat (1) UU Pilpres telah menghalangi dan menutup hak
konstitusional para Pemohon yang dilindungi oleh Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D
ayat (1), Pasal 28D ayat (3), dan Pasal 28Iayat (2) UUD 1945;
- Pasal-pasal tersebut juga bertentangan dengan prinsip demokrasi dan kedaulatan rakyat sebagaimana dimaksud Pasal 1 ayat (2) UUD 1945;
- Dengan menempatkan partai politik menjadi satu-satunya jalur untuk
menentukan Calon Presiden dan Wakil Presiden berarti telah menghalangi dan
menutup hak warga negara untuk memperoleh kesempatan berpartisipasi dalam
pemerintahan secara demokratis dan merampas kedaulatan rakyat melalui dominasi
partai politik;
Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 atau UU Pilpres berbunyi sebagai berikut:
“Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden selanjutnya disebut Pasangan
Calon adalah peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik yang telah memenuhi persyaratan”;
Pasal 8 UU Pilpres berbunyi sebagai berikut:
“Calon Presiden dan calon Wakil Presiden diusulkan dalam 1 (satu)
pasangan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik..”
Pasal 9 UU Pilpres berbunyi sebagai berikut:
“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai
Politik peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit
20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh
lima persen) dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota DPR, sebelum
pelaksanaan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden”;
Pasal 13 ayat (1) UU Pilpres
”Bakal Pasangan Calon didaftarkan oleh Partai Politik atau Gabungan
Partai Politik”;[1]
Melihat dari permasalahan yang diajukan Fadjroel Rahman bahwa beliau
mengajukan permohonan ini dikarenakan merasa dirugikannya atas salah satu UU
yang berlaku di Indonesia yang dalam hal ini kaitannya dengan pemilihan
presiden, dimana saudara Fadjroel Rahman mengajukan permohonan bahwa di
perbolehkannya calon presiden independen tanpa kendaraan politik mendaftarkan
diri sebagai calon presiden. Sebagai saran saudara Fadjroel Rahman memberikan
saran agar partai politik sebagai kendaraan politiknya dapat digunakan sebagai
optional atau preferensi saja yang berarti bahwa setiap calon presiden yang
berasal dari independen tanpa kendaraan politik berupa partai politik bisa
mendeklarasikan diri sebagai calon presiden dan dapat berkompetensi bersama
calon-calon lain dengan lebih kompetitif dan tidak terhenti hanya karena
permasalahan kendaraan politik dan lebih membuat iklim pemilu di Indonesia
lebih kompetitif dan berkualitas. Hal demikian juga telah dijamin secara eksplisit
oleh UUD 1945 pada pasal 27 ayat (1) dan 28D ayat (1) dan (3),namun seringkali
gejolak politik mengalami dinamika yang beragam dan kian tidak relevan dengan
apa yang diharapkan. Dan yang membuat kewibawaan undang-undang dasar yang
menjadi norma dasar (dalam teori Hans Kelsen)[2] kian berubah hingga tidak menjadi
instrumen yang tepat bagi penyeragaman dasar nilai hak konstitusional warga
Negara.
Putusan Mahkamah Konstitusi dalam menanggapi
permohonan yang diajukan Fadjroel Rahman ternyata ditolak olah 6 Hakim dan
terdapat 3 hakim yang dissenting order. Penolakan Judicial Review ini
didasarkan atas alas an Putusan Mahkamah
Konstitusi dalam menanggapi Judicial Review Fadjroel Rahman ditolak atas
ketidak sesuaian alasan yang diajukan oleh beliau, dan atas
pertimbangan-pertimbangan ahli yang memiliki statement,di Indonesia diterapkan
sistem presidensiil di dalam menjalankan sistem pemerintahannya tersebut presiden
memerlukan kesinambungan hubungan dengan DPR di dalam sebuah kaitan Check and
Balances. Oleh karena itu peran partai politik disini memegang peran penting
agar mendapatkan dukungan penuh untuk presiden dalam menjalankan roda
pemerintahan yang dipimpinnya secara optimal dan sesuai. Putusan Mahkamah
Konstitusi didasari dengan alasan Normatif dan Pragmatis karena bertentangan
dengan UUD 1945 pasal 6A ayat (2) yang berbunyi.
“Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai
politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan
pemilihan umum”.
Pasal 6A ayat (5) UUD 1945 berbunyi, “Tata cara pelaksanaan pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang”;
Apabila hakim MK tetap mengabulkan permohonan
oleh Fadjroel Rahman, maka akan terjadi penyalahgunaan kewenangan karena tugas
MK hanya menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar.
Sedangkan apabila
dibandingkan dengan Judicial Review yang telah diajukan oleh Lalu Ronggolawe
dimana beliau mengajukan tuntutan atas UU No. 32/2004 atas Pasal 56, Pasal 59,
dan Pasal 60 UU Pemda pasangan calon hanya dapat diusulakan/ajukan oleh parpol
atau gabungan parpol. Yang artinya hal ini tidak memberikan kesempatan kepada
pasangan calon independen yang tidak memiliki kendaraan politik yaitu parpol
termasuk halnya Lalu Ronggolawe. Lalu Ranggolawe meyakini yakni ketentuan Pasa;
56, Pasal 59, dan Psal 60 UU Pemda telah di sangkut pautkan dengan keadaan
partai saat ini dan beliau merasakan dirugikan atas posisi hukumnya terhadap UU
dimana hak-hak konstitusionalnya dilanggar
dan dirugikan secara potensial sebagaimana dijamin oleh UUD 1945 terutama
sekali Pasal 18 Ayat (4), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (3), dan Pasal 28I
Ayat (2).
Berikut adalah kutipan dari pokok permohonan yang diajukan oleh Lalu
Ronggolawe
A. Bahwa Pasal 56 Ayat (2), Pasal 59 Ayat
(1), Ayat (3), Ayat (4), Ayat (5) huruf a, Ayat (5) huruf c, Ayat (6) dan Pasal
60 Ayat (2), Ayat (3), Ayat (4) dan Ayat (5) UU Pemdabertentangan dengan
hak konstitusional Pemohon yang dijamin oleh UUD 1945 khususnya Pasal 18 Ayat
(4), Pasal 27 Ayat (1), Pasal 28D Ayat (1) dan Ayat (3), dan Pasal 28I Ayat
(2);
Adapun bunyi ketiga pasal dalam UU Pemda tersebut adalah:
- Pasal 56
Ayat (2) : “Pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan
oleh partai politik atau gabungan partai politik”;
- Pasal 59
Ayat (1) : “Peserta pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah
adalah pasangan calon yang diusulkan secara berpasangan oleh partai politik
atau gabungan partai politik”;
Ayat (2) : “Partai politik atau gabungan partai politik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat mendaftarkan pasangan calon apabila memenuhi
persyaratan perolehan sekurang-kurangnya 15 % dari jumlah kursi DPRD atau 15%
dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota DPRD di daerah
bersangkutan”;
Ayat (3) : “Partai politik atau gabungan partai politik wajib membuka
kesempatan yang seluas-luasnya bagi bakal calon perseorangan yang memenuhi
syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan selanjutnya memproses bakal
calon dimaksud melalui mekanisme yang demokratis dan transparan”;
Ayat (4) : “Dalam proses penetapan pasangan calon partai politik atau
gabungan partai politik memperhatikan pendapat dan tanggapan masyarakat”;
Ayat (5) : “Partai politik atau gabungan partai politik pada saat
mendaftarkan pasangan calon wajib menyerahkan:
1. surat pencalonan …” dst.,
2. … dst., \\
- Pasal 60
Ayat (2) : “Hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberitahukan secara tertulis kepada pimpinan partai politik atau gabungan
partai politik yang mengusulkan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak
tanggal penutupan pendaftaran.”
Ayat (3) : “Apabila pasangan calon belum memenuhi syarat atau ditolak
karna tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 dan/atau Pasal
59, partai politik atau gabungan partai politik yang mengajukan calon diberi
kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki surat pencalonan beserta
persyaratan pasangan calon atau mengajukan calon baru paling lambat 7 (tujuh)
hari sejak saat pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPUD.”
Ayat (4) : “KPUD melakukan penelitian ulang kelengkapan dan/atau
perbaikan persyaratan pasangan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan
sekaligus memberitahukan hasil penelitian tersebut paling lambat 7 (tujuh) hari
kepada pimpinan partai politik atau gabungan partai politik yang mengusulkan.”
Ayat (5) : “Apabila hasil penelitian berkas pasangan calon sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) tidak memenuhi syarat dan ditolak oleh KPUD partai
politik atau gabungan partai politik tidak dapat lagi mengajukan pasangan
calon”;
Selanjutnya UUD 1945 berbunyi:
- Pasal 18
Ayat (4) : “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala
pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota dipilih secara demokratis.“
- Pasal 27
Ayat (1) : “Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan
pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada
kecualinya.”
Pasal 28D Ayat (1) : ”Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,
perlindungan dan kepastian hukum yang adil, serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum.”
Ayat (3) : “Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama
dalam pemerintahan.”
- Pasal 28I
Ayat (2) : ”Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat
diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap
perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.” [3]
Menurut Ranggolawe kepala daerah yang dipilih secara langsung dimana
calonnya diajukan atau ditunjuk oleh parpol atau gabungan parpol adalah tidak
demokratis dan tidak konstitusional sementara konstitusi sendiri memberikan referensi
maupun opsi bahwa Presiden/Wakil Presiden dipilih secara langsung yang calonnya
diajukan oleh parpol atau gabungan parpol [Pasal 6A Ayat (1) dan Ayat (2) UUD
1945], dan akhirnya setelah mengalami proses panjang hingga ke rapat pleno
hakim konstitusi pengajuan Judicial Review oleh Ranggolawe dikabulkan dan
dinyatakan diterima karena bertentangan dengan UUD 1945, yang banyak telah
diuubah frasa-frasa pada pasal yang diajukan dan untuk diuji materiil agar
tidak memberatkan lagi bagi hak konstitusionalnya sebagai warga negara.
Pada Kedua kasus ini apabila dibandingkan,
pada substansi persoalan antara Lalu Ronggolawe dan Fadjroel Rahman hanya
sedikit saja memiliki kesamaan. Sedangkan secara substantive kesamaannya hanya
pada fungsinya saja namun apabila dilihat dari sudut pandang struktur
pemerintahan benar-benar berlainan baik dari segi isi materi maupun dari segi
wilayah kekuasaan dalam menjalankan instruksi UU. Hal itu yang mempengaruhi
hakim dalam menilai pengujian materinya dan menghasilkan perbedaan yang
signifikan. Dalam menerjemahkan atau menginterpretasikan dua kasus yang jika
dilihat secara mendalam berbeda ini ada beberapa hal teknisnya yang
bertentangan seperti terdapat pada
penggalan-penggalan makna yang harus ditafsirkan secara sistematis. Namun
apabila Fadjroel Rahman tetap teguh untuk mengikuti ambisinya beliau harus
memberikan alasan dan statement yang kuat untuk mendukung agar UU tersebut
bertentangan dengan UUD 1945. Dari hasil penjabaran masalah ini dapat
disimpulkan bahwa UU 42/2008 berlainan dengan UU 32/2004 dikarenakan
konfigurasi peraturan yang terdapat pada formulasi UUD 1945 terhalang oleh
pasal 6A ayat (2) yang maksudnya yaitu capres yang akan mengajukan diri harus
diusung oleh partai politik maupun koalisi partai politik. Akan tetapi hasil
dari keputusan yang telah diajukan berbeda antara Ranggolawe dan Fadjroel
Rahman walaupun terdapat disenting
opinion dari 3 hakim hal ini tidak merubah di realita perundang-undangan
karena hakim konstitusi tetap menjalankan UUD yang bagaimana mereka tafsirkan.
Kesimpulan
Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk
penyusunan peraturan perundang-Sumber hukum terdiri atas sumber hukum tertulis
dan tidak tertulis. Adapun sumber-sumber Hukum Tata Negara berasal dari Undang-undang Dasar dalam peraturan
perundang-undangan tertulis yaitu Yurisprudensi peradilan, Konvensi
ketatanegaraan , Hukum internasional tertentu , Doktrin ilmu hukum tata negara
tertentu.
Pengertian
dari peraturan
perundang-undangan diatur dalam Pasal
1 angka 2 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan adalah peraturan tertulis yang memuat
norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga
negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam
Peraturan Perundang-undangan. pengertian istilah “keputusan” dapat diartikan secara
luas dan sempit. Dalam pengertian istilah “keputusan” yang luas, di dalamnya
terkandung juga pengertian “peraturan/regels”, “keputusan/beschikkings”
dan “tetapan/vonnis”. Sedangkan, dalam istilah “keputusan” dalam arti
yang sempit, berarti adalah suatu hasil kegiatan penetapan atau pengambilan
keputusan administratif (beschikkings). Tata urutan perundang-undangan
sering mengalami perubahan dikarenakan berbagai alasan salah satunya untuk
penyesuaian dengan kondsisi politik bangsa Indonesia. Hierarki
perundang-undangan di Indonesia memiliki pasang surut perubahan akibat
konfigurasi politik yang ada. Pasang surut ini menjadi sebuah polemik yang
berkepanjangan. Perubahan itu menjadi salah satu sisi meningkatnya sistem
demokrasi yang ada di Indonesia. Peningkatan taraf kemurnian demokrasi ini
menjadi awal kebangkitan sistem pemerintahan. Dari konservatif menuju
progresif.
Pada Kedua kasus ini apabila dibandingkan,
pada substansi persoalan antara Lalu Ronggolawe dan Fadjroel Rahman hanya sedikit
saja memiliki kesamaan. Sedangkan secara substantive kesamaannya hanya pada
fungsinya saja namun apabila dilihat dari sudut pandang struktur pemerintahan
benar-benar berlainan baik dari segi isi materi maupun dari segi wilayah
kekuasaan dalam menjalankan instruksi UU, dan juga gugatan Fadjroel Rachman bila
dipandang dari sudut asas hukum lex
superior derogat legi inferior dapat dikatakan bertentangan dengan asas tersebut karena
Undang-undang yang ia gugat selaras dengan UUD. Apabila hakim MK tetap mengabulkan permohonan oleh
Fadjroel Rahman, maka akan terjadi penyalahgunaan kewenangan karena tugas MK
hanya menguji undang-undang terhadap
Undang-Undang Dasar.
di Indonesia
diterapkan sistem presidensiil di dalam menjalankan sistem pemerintahannya
tersebut presiden memerlukan kesinambungan hubungan dengan DPR di dalam sebuah
kaitan Check and Balances. Oleh karena itu peran partai politik disini memegang
peran penting agar mendapatkan dukungan penuh untuk presiden dalam menjalankan
roda pemerintahan yang dipimpinnya secara optimal dan sesuai.
[1]
Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan
Perundang-undangan, tanggal 18 Agustus, 2000.
[2]
Bahan Ajar Pak Saifuddin
[3]
. Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum
Tata Negara, (Jakarta: Konstitusi Press,2006).