WHAT'S NEW?
Loading...

Tugas Menganalisis Konflik Aceh Singkil dalam Perspektif Hukum Pidana Islam Melalui Pendekatan Metode Mashalihul Mursalah (Jinayat) (Muhamad Abdul Kholiq , S.H., M.Hum) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia By. Babibank

1.     Kronologi

Kejadian bermula pada Senin (12/10). Hari itu terjalin kesepakatan antara Pemerintah Daerah dengan masyarakat soal penertiban 21 gereja yang tidak berizin.Pemda akan menertibkan. Atas desakan masyarakat akan dilakukan pembongkaran.Malamnya, ada pembicaraan lanjutan yang menyepakati pembongkaran gereja akan dilakukan pada 19 Oktober 2015. Namun, perwakilan masyarakat yang hadir di pembicaraan itu tidak diakui oleh kelompok perusuh.
Selasa (13/10) pagi, sekitar pukul 8.00 WIB, warga berkumpul di Kecamatan Simpang Kanan. Dua jam kemudian, kelompok tersebut bergerak ke Tugu Simpang Kanan. Kemudian dihadang, ada pasukan TNI dan Polri, sehingga mereka menuju ke rumah ibadah GHKI Desa Suka Makmur, Kecamatan Gunung Meriah. Kapolri, kata Badrodin, telah mengamankan 21 gereja yang dipermasalahkan. Namun, karena lokasi yang tersebar, tiap gereja hanya dijaga 20 orang. Massa yang datang mencapai 500 orang. Karena itu, pembakaran rumah ibadah pun tak terhindarkan setelah massa bergerak pada 11.00 WIB.
Setelah membakar gereja masa bergerak ke desa tadi (Sukamakmur). Di situ terjadi bentrok massa yang telah membakar dengan yang menjaga. Dari situ terjadi korban, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyayangkan kekerasan ini. Pasalnya, sebelum kejadian sudah ada kesepakatan antara Bupati Aceh Singkil, Muspida, Ulama dan sejumlah kelompok tentang pembongkaran gereja.Dalam penilaian Henriette, kejadian itu juga tak tak lepas dari sulitnya mendapat izin mendirikan bangunan (IMB) di tempat tersebut. Terhitung, sejak tahun 1979, 2012 hingga sekarang, pihak gereja selalu ditolak mendirikan bangunan.Bupati Aceh Singkil, Safriadi, menyatakan sebenarnya warga sudah sepakat damai. "Ada perjanjian damai antara umat Kristen dan Islam pada 1979 yang dikuatkan lagi di musyawarah tahun 2001," kata dia kepada CNN Indonesia. Berdasarkan kesepakatan damai itu, ujar Safriadi, di Aceh Singkil disetujui berdiri satu gereja dan empat undung-undung. Tapi kini ternyata jumlah rumah ibadah telah lebih dari yang disepakati. Menjamur menjadi 23 undung-undung. "Ini menyebabkan gejolak," ujar Safriadi.Hal ini pula yang menjadi dasar unjuk rasa Pemuda Peduli Islam (PPI) pada 6 Oktober di Kantor Bupati Aceh Singkil, di Kecamatan Singkil. Menurut pengunjuk rasa, keberadaan gereja yang makin marak di Aceh Singkil merupakan bentuk pelanggaran perjanjian pada 1979 dan 2001.Saat itulah mereka mengancam akan membongkar sendiri gereja yang dinilali tak berizin sepekan setelah aksi, atau pada 13 Oktober. Ancaman itu terbukti dengan insiden yang telah terjadi.

 

2. Metode Ijtihad Mashalihul Mursalah

 

A.   Pengertian Mashalihul Mursalah

 

Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa maslahah artinya sesuatu yang mendatangkan kebaikan (kemaslahatan dan sebagainya), faedah, guna. Sedangkan kemaslahatan berarti kegunaan, kebaikan, manfaat atau kepentingan.[1] Secara terminology,, terdapat beberapa definisi maslahah yang di kemukakan ulama ushul fiqih, tetapi seluruh definisi tersebut mengandung esensi yang sama. Imam Al-Ghazali, mengemukakan bahwa prinsifnya maslahah adalah “mengambil manfaat dan menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan-tujuan syara”.
          Dengan melihat pengertian dari maslahah secara bahasa di atas maka maslahah merupakan suatu perkara yang mampu mendatangkan kebaikan pada manusa. Artinya jika manusia dapat mengambil manfaat atau keuntungan dari suatu benda, maka dapat dikatakan bahwa benda itu mendatangkan maslahah pada orang yang menggunakannya, atau orang yang bisa merasakan kegunaan dan memperoleh kebaikan dari benda tersebut, dan begitu pula seterusnya.[2]

    B. Dasar Hukum Mashalihul Mursalah
            Para ulama yang menjadikan mashlahat mursalah sebagai salah satu dalil syara', menyatakan bahwa dasar hukum mashlahat mursalah, ialah:
1.     Persoalan yang dihadapi manusia selalu tumbuh dan berkembang, demikian pula kepentingan dan keperluan hidupnya. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak hal-hal atau persoalan yang tidak terjadi pada masa Rasulullah SAW, kemudian timbul dan terjadi pada masa-masa sesudahnya, bahkan ada yang terjadi tidak lama setelah Rasulullah SAW meninggal dunia. Seandainya tidak ada dalil yang dapat memecahkan hal-hal yang demikian berarti akan sempitlah kehidupan manusia. Dalil itu ialah dalil yang dapat menetapkan mana yang merupakan kemaslahatan manusia dan mana yang tidak sesuai dengan dasar-dasar umum dari agama Islam. Jika hal itu telah ada, maka dapat direalisir kemaslahatan manusia pada setiap masa, keadaan dan tempat.
2.     Sebenarnya para sahabat, tabi'in, tabi'it tabi'in dan para ulama yang datang sesudahnya telah melaksanakannya, sehingga mereka dapat segera menetapkan hukum sesuai dengan kemaslahatan kaum muslimin pada masa itu. Khalifah Abu Bakar telah mengumpulkan aI-Qur'an, Khalifah Umar telah menetapkan talak yang dijatuhkan tiga kali sekaligus jatuh tiga, padahal pada masa Rasulullah SAW hanya jatuh satu, Khalifah Utsman telah memerintahkan penulisan aI-Qur'an dalam satu mushaf dan Khalifah Ali pun telah menghukum bakar hidup golongan Syi'ah Radidhah yang memberontak, kemudian diikuti oleh para ulama yang datang sesudahnya.
C.  Macam-macam Maslahat
 Para ahli ushul fiqih mengemukakan beberapa pembagian maslahah, jika di lihat dari beberapa segi. Di lihat dari segi kualitas dan kepentingan maslahat itu para ahli ushul fiqih membaginya kepada tiga macam yaitu :

1.      Maslahah al-Dharuriyyah, yaitu kemaslahatan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok manusia di dunia dan di akhirat. Kemaslahatan seperti ini ada lima, yaitu memelihara agama,jiwa, akal, keturunan, dan memelihara harta. Kelima kemaslahatan ini di sebut al-mashalil al-khamsah.
2.      Mashlahah al-Hajiyah, yaitu kemaslahatan yang dibutuhkan dalam menyempurnakan kemaslahatan pokok (mendasar) sebelumnya yang berbentuk keringanan untuk mempertahankan dan memelihara kebutuhan dasar manusia. Misalnya dalam mu’amalah di bolehkan melakukan jual beli pesanan.
3.      Mashlahah al-Tahsiniyyah, yaitu kemaslahtan yang sifatnya pelengkap berupa keleluasaan yang dapat melengkapi kemaslahatan sebelumnya. Misalnya di anjurkan memakan makanan yang bergizi  dan berpakaian yang bagus-bagus.

D. Obyek mashlahat mursalah
Yang menjadi obyek mashlahat mursalah, ialah kejadian atau peristiwa yang perlu ditetapkan hukumnya, tetapi tidak ada satupun nash (al-Qur'an dan Hadits) yang dapat dijadikan dasarnya. Prinsip ini disepakati oleh kebanyakan pengikut madzhab yang ada dalam fiqh, demikian pernyataan Imam al-Qarafi ath-Thufi dalam kitabnya Mashalihul Mursalah menerangkan bahwa mashlahat mursalah itu sebagai dasar untuk menetapkan hukum dalam bidang mu'amalah dan semacamnya. Sedang dalam soal-soal ibadah adalah Allah untuk menetapkan hukumnya, karena manusia tidak sanggup mengetahui dengan lengkap hikmah ibadat itu. Oleh sebab itu hendaklah kaum muslimin beribadat sesuai dengan ketentuan-Nya yang terdapat dalam al-Qur'an dan Hadits[3]
3.     Analisis Hukum
a. Bagaimana hak seorang muslim yang membakar gereja dengan niat untuk membela agamanya dari ancaman kristenisasi, apakah bisa disebut pelaku jarimah/tindak pidana?

b. Apakah orang kristen yang mendirikan gereja secara bebas dan tidak mentaati syarat/prinsip pendirian rumah ibadah dapat disebutkan sebagai jarimaah penghinaan terhadap islam?
Analisis:
A.   Aceh sebagai salah satu provinsi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai arti penting bagi keutuhan Indonesia. Aceh memiliki keistimewaan dalam bidang agama, selain memang merupakan daerah pertama datangnya Islam di Indonesia, juga merupakan salah satu pusat perkembangan peradaban Islam di Asia Tenggara dengan penduduk mayoritas Islam, jumlah pemeluk Islam di Aceh dalah 4.356.624 atau 98,898 %. Walaupun di Aceh telah diberlakukan Syariat Islam secara kaffah , menetap dan menjalankan ibadah sesuai bukan berarti umat non Muslim tidak boleh dengan agamanya, seperti Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Konghucu. Semua agama di Aceh hidup berdampingan dalam misi Islam rahmatan lil’alamin[4] (QS. AlAmbiya’: 107). Namun dalam berbagai wacana dan pemberitaan di media massa, dengan pelaksanaan syariat ( Islam tersebut seakan umat non Muslim menjadi tidak bebas dan kurang terlindungi dalam pelaksanaan agamanya di Aceh [5].
          Untuk mengetahui tentang  kerukunan dan kebebasan beragama di Aceh dapat dilihat dari interaksi antara Muslim dan non Muslim dapat dalam kehidupan sehari hari di Kota Banda Aceh. Apabila kita amati, Kota Banda Aceh sangat berpotensi bagi semua umat beragama yang menetap di Aceh, karena umat non muslim, baik Kristen, Hindu, dan Buddha, mereka samasama mendapat peluang yang besar untuk bekerja dan hidup di Aceh. Umat non Muslim hampir menguasai 50% dari perdagangan dan usaha wiraswasta di Kota Banda Aceh. Dari sini nampak bahwa perb edaan agama dan nominasi Islam sebagai mayoritas, dengan Syari’at Islam tidak membuat mereka takut dan terhambat untuk terus maju dan berkiprah untuk memajukan ekonomi Aceh dan Indonesia pada umumnya. Menjadi pemandangan biasa ketika kita melihat orang-orang Islam berbelanja di tempat non Muslim, karyawan mereka Muslim, mereka biasa bercengkrama dan minum kopi di warung-warung, seolah tidak ada perbedaan antara mereka[6]. Melihat dari kenyataan demikian sebenarnya toleransi di Aceh antara Muslim dan non Muslim sebenarnya berada dalam kondisi baik saja. Akan tetapi kasus pembakaran gereja di daerah Aceh yaitu lebih tepatnya Kabupaten Aceh Singkil. Dimana saya melihat permasalahan pada kasus ini sangat kompleks dimana apabila pembakaran gereja ini berdalih untuk membela agama Islam dari ancaman kristenisasi. Melihat kenyataan demikian, sangat sulit saya terima sebagai seorang mahasiswa yang harus berfikir kritis untuk setiap permasalahan, dimana menurut saya hal ini sangat bertentangan dengan pandangan Islam, bahwa semua manusia adalah keturunan dari keluarga manusia. Semuanya mempunyai hak hidup dan kehormatan, tanpa pengecualian dan diskriminasi[7]. Dalam hal ini saya tidak bisa menerima alasan mencegah kristenisasi dengan melakukan tindakan represif berupa pembakaran gereja serta penganiyaan  tersebut sebagai alasan pembenar.
                Apabila berbicara mengenai mayoritas dan minoritas saya sadar bahwa kedudukan Masyarakat Aceh yang mayoritas beragama Islam memang harus dihormati oleh  Non Muslim. Dimana pengaturan antara hubungan Muslim dan Non Muslim dalam hal pelaksanaan syariat Islam di Aceh telah diatur pada diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah (Perda/Qanun) Istimewa Aceh nomor 5 tahun 2000 tentang Pelaksanaan Syari’at Islam Dalam Bab II, tujuan dan Fungsi pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa: “ . Keberadaan agama lain di luar agama Islam tetap diakui di daerah ini, pemeluknya dapat menjalankan ajaran agamanya masing-masing diakui keberadaannya ”. Berdasarkan Qanun tersebut, agama selain Islam keradaannya di Aceh, begitu juga para pemeluknya dihormati dan dilindungi keberadaannya serta diberi kebebasan untuk beribadah melaksanakan ajaran dan kewajiban agamanya. Berarti setiap umat beragama lain (non Muslim) tetap diberikan kebebasan dalam beragama dan menjalankan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Sehingga umat non muslim tidak merasa resah terhadap perlindungan beragama.[8]
          Secara yuridis mengenai kedudukan Muslim dan Non Muslim di Aceh telah jelas diatur dalam Qanun tersebut dimana jelas tercantum pada Bab II, tujuan dan Fungsi, pasal 2 ayat 2[9]. Artinya disini ada jaminan dari pemerintah Aceh untuk menjamin perlindungan masyarakat minoritas non Muslim. Saya sangat menyayangkan mengenai peristiwa Aceh Singkil ini dimana dalam hal ini Pemerintah berati gagal dalam menjaga kebebasan beragama di Aceh padahal pemerintah Aceh sudah jelas berkomitmen untuk menjaga kebebasan beragama di Aceh dengan dibuktikan pembuatan Qanun tersebut.
          Akan tetapi saya juga tidak bisa menyalahkan hanya pada satu sisi yaitu pemerintah, disini saya juga ada melihat adanya kesalahan pemahaman paradigma mengenai keagamaan di masyarakat Aceh Singkil. Dimana tindakan represif berupa pembakaran serta penganiyaan seharusnya jangan sampai terjadi mengingat hal tersebut merupakan perbuatan Jarimah/Pidana dan mereka adalah masyarakat Muslim yang secara kodratnya sangat mencintai akan perdamaian. Menurut analisa saya masyarakat Aceh Singkil kurang memahami mengenai makna toleransi beragama dimana apabila saya kaitkan dari sisi sejarah makna toleransi sangat dijunjung tinggi oleh Islam dengan dibuatnya Piagam Madinah.
          Prinsip kebebasan beragama sebagaimana termaktub dalam pasal 25 yang menegaskan bahwa antara Yahudi dan mukmin sebagai warga negara Madinah tidak ada perbedaan. Mereka bebas memeluk agama yang mereka yakini, bebas memeluk agama dan bebas memilih keyakinan dan mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Kecuali karena mereka zalim dan jahat. Kebebasan beragama adalah keniscayaan yang tidak mungkin terhindarkan.  Piagam Madinah dan meletakkan kebebasan beragama, melaksanakan keyakinan dijamin oleh negara. Akan tetapi kebebasan itu ada pada ketaraturan dan tidak boleh mencederai keyakinan warga negara lainnya. Piagam itu telah memberi jaminan kebebasan beragama bagi orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas dan mewujudkan kerja sama  yang erat dengan kaum muslimin[10]. Jadi tidak ada alasan pembenar untuk melakukan pembakaran serta penyerangan hingga memakan korban dengan mengatasnamakan membela agama Islam dari ancaman kristenisasi karena menganiaya orang lain sangat di larang dalam Islam dan saya rasa untuk penertiban rumah ibadah bukanlah kewajiban dari rakyat Aceh akan tetapi ini merupakan wewenang dari Pemerintah Aceh dalam hal ini rakyat Aceh hanya berwenang melaporkan kepada Pemerintah untuk segera ditindaklanjuti karena dikhawatirkan apabila masyarakat yang turun tangan langsung berpotensi terjadinya chaos. Saya rasa akan lebih bijak apabila Langkah diplomasi dilakukan oleh Masyarkat Muslim Singkil  dibandingkan dengan melakukan tindakan represif.
          Mengenai perbuatan pembakaran gereja dan penganiayaan hingga memakan korban yang terjadi di Aceh Singkil jelas merupakan perbuatan jarimah walaupun dengan dalih membela agama, karena apabila kita kaji dari Mashlahat Mursalah jelas kurang tepat tindakan dari masyarakat Aceh Singkil tersebut yang lebih berpotensi mendatangkan kemudharatan dibanding manfaat, karena prinsip Mashlahat Mursalah yaitu semata-mata untuk mewujudkan kemaslahatan manusia dengan arti untuk mendatangkan manfaat dan menolak kemudharatan dan kerusakan bagi manusia.
Dimana apabila tindakan pembakaran dan penganiyaan tersebut dilegalkan karena berdalih mempertahankan kedudukan Islam di Aceh serta tidak dianggap sebagai jarimah berpotensi membuat gejolak mengingat permasalahan SARA sangat sensitif didalam kehidupan bernegara dan bisa memicu perpecahan di Indonesia yang notabene bukan Negara Islam dan konstitusi pun telah menjamin pada Pasal 28E Ayat (1) menjamin hak setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Pasal 28E Ayat (2) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nurani­nya. Pasal 28E Ayat (3) menjamin hak setiap orang atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. Pasal 28I Ayat (2) secara tegas menyatakan bahwa “Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan  perlindungan  terhadap  perlakuan yang bersifat diskriminatif itu”.
Jadi sikap masyarakat Aceh Singkil untuk menyerahkan permasalahan rumah ibadah yang ilegal ini kepada Pemerintah Aceh yang lebih berwenang untuk mengurus permasalahan tersebut saya rasa lebih bijak demi menjaga persatuan bangsa Indonesia dan menjauhkan kemudharatan serta mendatangkan manfaat.


B.     
Persoalan pembangunan rumah ibadah umat beragama sudah diatur dengan pasti, baik dalam Surat Keputusan Bersama Dua Menteri tentang Rumah Ibadah, Peraturan Gubernur No 25/2007 tentang Izin Pendirian Rumah Ibadah di Aceh, maupun Qanun Aceh Singkil Nomor 2/2007 tentang Pendirian Rumah Ibadah. Semestinya, Pemkab Aceh Singkil melaksanakan ketentuan tersebut secara konsisten. Sudah ada kepastian hukum di sana. Ketidakberanian dan keraguan hanya akan membuat kerukunan umat beragama di Aceh, khususnya antara umat Islam dan Kristen di Aceh yang selama ini sudah baik. Mengenai adanya pelanggaran terhadap hak asasi manusia (HAM) bagi umat kristiani untuk beribadah apabila pembatasan pembangunan rumah ibadah diberlakukan, Abdullah mengatakan, HAM dalam beragama sudah diatur dengan hukum. Harusnya, semua pihak menaatinya.
Bahkan, khusus di Aceh Singkil, sudah ada perjanjian damai dan kesepakatan antara umat islam dan umat nasrani soal jumlah rumah ibadah di wilayah Aceh Singkil. Berdasarkan perjanjian damai itu, di Aceh Singkil disetujui satu gereja dan empat undung-undung, rumah peribadatan umat nasrani yang ukurannya lebih kecil.
Namun, saat ini setidaknya sudah ada 10 gereja yang saat ini berdiri di Aceh Singkil. Pemkab Aceh Singkil pun dianggap melakukan pembiaran terhadap proses pembangunan rumah ibadah ini. Melihat dari kenyataan dilapangan bahwa non Muslim di Aceh Singkil tidak mengikuti aturan mengenai pendirian rumah ibadah saya rasa ini penghinaan terhadap Islam. Karena apabila saya kaitkan dengan aspek yuridisnya bahwa pemerintah Aceh sebenarnya sudah mengatur mengenai pendirian rumah Ibadah dalam aspek ini masyarakat non Muslim di Aceh Singkil telah melanggar aturan hukum yang dibuat oleh pemerintah Aceh selaku yang memegang wewenang. Dimana pada hakikatnya Hukum merupakan peraturan-peraturan hidup didalam masyarakat yang dapat memaksa orang supaya mentaati tata tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas (berupa hukuman) terhadap siapa yang tidak mau patuh mentaatinya.
Saya fokuskan pada makna hukum itu juga berisi nilai-nilai yang hidup dimasyarakat, dimana pada hakikatnya masyarakat non Muslim telah melanggar ketentuan Hukum yang dibuat pemerintah yang artinya telah melanggar nilai-nilai masyarakat di Aceh. Dimana nilai-nilai masyarakat yang dominan di Aceh merupakan nilai-nilai Islam. Artinya masyarakat non Muslim telah mencoreng nilai-nilai Islam yang hidup di masyarakat Aceh selama ini. Dengan melanggar aturan yang telah dibuat dan ini merupakan jarimah penghinaan terhadap Islam karena melanggar hukum sama dengan menghina nilai-nilai masyarakat dalam hal ini Islam.
Unsur Khusus untuk Jarimah penghinaan adalah :
1. Pelaku berakal
2. Sudah mencapai usia baligh
3. Motivasi kejahatan disengaja
4. Berniat untuk menghina korban[11]
Melihat dari unsur khusus Jarimah diatas saya melihat permasalahan di Aceh Singkil sebagai penghinaan karena semua unsur Jarimah penghinaan telah terpenuhi akan tetapi untuk poin 4 yaitu mengenai niat dalam menghina korban dalam hal ini umat Islam saya rasa tidak secara explisit mereka berniat menghina, akan tetapi dampak perbuatan mereka yang melanggar hukum yang di buat pemerintah Aceh itu lah yang membuat umat Islam merasa terhina. Walaupun kebebasan beragama di Aceh tetap diakui akan tetapi tidak bisa dengan seenaknya non Muslim di Aceh melanggar peraturan tersebut, Karena pembuatan aturan tersebut memang di lihat dari kondisi Aceh sendiri yang merupakan daerah Istimewa dimana Qanun dan hukum Islam diterapkan secara penuh. Dan presentase kedudukan Muslim di Aceh sangat besar dibandingkan Non Muslim, maka seharusnya non Muslim harus menghargai mayoritas dan menghargai pula hukum yang telah dibuatnya.
4.     Kesimpulan
Perbuatan pembakaran gereja dan penganiayaan hingga memakan korban yang terjadi di Aceh Singkil jelas merupakan perbuatan jarimah walaupun dengan dalih membela agama, karena apabila kita kaji dari Mashlahat Mursalah jelas kurang tepat tindakan dari masyarakat Aceh Singkil tersebut yang lebih berpotensi mendatangkan kemudharatan dibanding manfaat, karena prinsip Mashlahat Mursalah yaitu semata-mata untuk mewujudkan kemaslahatan manusia dengan arti untuk mendatangkan manfaat dan menolak kemudharatan dan kerusakan bagi manusia. Jadi sikap masyarakat Aceh Singkil untuk menyerahkan permasalahan rumah ibadah yang ilegal ini kepada Pemerintah Aceh yang lebih berwenang untuk mengurus permasalahan tersebut saya rasa lebih bijak demi menjaga persatuan bangsa Indonesia dan menjauhkan kemudharatan serta mendatangkan manfaat. Sedangkan untuk pelaku baik pembakar gereja, penganiyayaan maupun pelanggar izin pembangunan gereja harus dihukum sesuai dengan aturan yang berlaku. Dan bagi kaum minoritas non Muslim di Aceh pun ada baiknya untuk taat pada aturan hukum yang di buat, karena sebagai bentuk penghormatan terhadap masyarakat Muslim di Aceh, karena sesungguhnya Islam mengjarkan prinsip kedamaian dan kerukunan antar umat beragama bukan sebaliknya.

         











[1] Departemen Pendidikan Nasional,. Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. Ketiga (Jakarta: Balai Pustaka, 2005) halaman. 720
[2] Chotimatul Mustofa, "Pandangan Al-Shawkani terhadap Maslahah Mursalah", Skripsi S1 Program Studi Ahwalus Syahsiyah, Stain Ponorogo, 2009, Hlm. 14
[3] Abatasa, Mashlahat Mursalah, http://pustaka.abatasa.co.id/pustaka/detail/ushul-fiqih/allsub/130/mashlahat-mursalah.html, diakses 28 Oktober 2015, jam 14.00 WIB.

[4] Lihat. QS. AlAmbiya’: 107
[5] Amal, Taufik Adnan dan Samsu Rizal anggabean. Politik Syariat Islam dari Indonesia hingga Negeria.(Jakarta: Pustaka Alvabet, 2004). Halaman. 17
[6] Marzuki Abu Bakar, "Syariat Islam di Aceh: Sebuah Model Kerukunan dan Kebebasan Beragama", Dimuatdalam Jurnal MediaSyariah, UIN Ar-Raniry Banda Aceh,Tahun 2011. Halaman. 159 
[7] al-Muzani, Ibrahim bin Muhammad al-Hamd.Hidup Rukun Seperti Rasulullah SAW (at-Ta’mul ma’al Akharin).alih bahasa Muzakkir A. S. dkk, Cet. 1, Riyadh: Pusat dialog Nasional Raja Abdul Aziz Ryadh, 2005). Halaman. 9
[8] Marzuki Abu Bakar, op. cit. halaman. 187
[9] Lihat. Qanun Propinsi Nangroe Aceh Darussalam Bab II Pasal 2 ayat 2, “Keberadaan agama lain di luar agama Islam tetap diakui di daerah ini, pemeluknya dapat menjalankan ajaran agamanya masing-masing diakui keberadaannya”
[10] Fazlur Rahman, Islam, terjemahan Drs. Senoaji Saleh, (Jakarta: Bina Aksara, 1987) cet. I, halaman. 12
[11] Sayid Sabiq, Fikih Sunnah 10, Terj, h 75

Fatwa Kopi Luwak Filsafat Hukum Islam (Karimatul Ummah, S.H., M.Hum)

A.      Dalil
Pertama, mengacu pada Ayat-ayat Allah di dalam Al-Quran yang diantaranya bermakna:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. Al-Baqoroh [2]: 168).
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (Q.S. Al-Baqoroh [2]: 172).

وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (Q.S. Al-Maidah [5]: 88).

“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu sekalian…” (Q.S. Al-Baqoroh [2]: 29).

الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“…dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk…” (Q.S. Al-A’raaf [7]: 157).

B.      As-Sunnah
الحلال ما احل الله في كتابه, والحرام ما حرم الله في كتابه, وما سكت عنه فهو مما عفا عنه.
(
اخرجه الترميذي وابن ماجه عن سلمان الفارسي)
"Yang halal adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang di-haramkan oleh Allah dalam Kitab-Nya; sedang yang tidak dijelaskan-Nya adalah yang dimaafkan" (HR. al-Tirmidzi & Ibnu Majah).

ان الله فرض فرائض فلا تضيعوها, وحد حدودا فلا تعتدو ها, وحرم اشياء فلا تنتهكوها,
 
وسكت عن اشياء رحمة لكم غير نسيان فلا تبحثوها.( رواه الدارقطني وحسنه النواوي.)

“Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban; janganlah kamu abaikan, telah menetapkan beberapa batasan, jangalah kamu langgar, telah mengharamkan beberapa hal, janganlah kamu rusak, dan tidak menjelaskan beberapa hal sebagai kasih sayang kepadamu, bukan karena lupa, maka janganlah kamu tanya-tanya hukumnya” (HR. Daraquthni dan dinilai sahih oleh Imam Nawawi(

C.      Qowaidul Fiqhiyyah
الأصل في الأشياء النافعة الاباحة وفي الأشياء الضارة الحرمة.
"Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan hukum asal sesuatu yang berbahaya adalah haram".

الأصل بقاء ما كان على ما كان.
"Hukum asal mengenai sesuatu adalah tetapnya hukum sesuatu sebagaimana sedia kala."
الأصل في الأشياء الاباحة , مالم يقم دليل معتبر على الحرمة.
"Hukum asal mengenai sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil muktabar yang mengharamkanya."
D.    Ijtihad
Dalam menetapkan kehalalan mengkomsumsi kopi luwak, majlis ulama’ Indonesia (MUI) menggunakan dua metode. Pertama, Metode Qiyas (penganalogian), dalam hal ini MUI menganalogikan hukum kehalalan kopi luwak seperti benda mutanajis, jika biji tersebut kembali dalam kondisi semula sekira sekira ditanam dapat tumbuh maka statusnya adalah mutanajjis, bukan najis. Bisa dipahami, pendapat yang menegaskan kenajisannya kemungkinan jika tidak dalam kondisi kuat. Sementara, pendapat yang menegaskan sebagain mutanajjis kemungkinan karena dalam kondisi tetap; sebagaimana barang yang terkena kotoran lain. Analog dengan biji-bijian adalah pada masalah telur, jika keluar dalam kondisi utuh setelah ditelan dengan sekira ada kekuatan untuk dapat menetas, maka hukumnya mutanajjis, bukan najis”.  Kedua, Metode Ijtihad Bayani, dalam hal ini hukum mengkonsumsi kopi luwak dapat digali hukumnya dengan menggunakan ijtihad bayani.yaitu menjelaskan hukum syara’ dari nash al-qur’an dan hadits.keumuman dasar hukum mengkonsumsi makanan dan minuman terdapat dalam surat al-an’am ayat 145 yang berbunyi :

"Katakanlah: Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, darah yang mengalir, atau daging babi --karena sesungguhnya semua itu kotor—atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, makasesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun, Maha Penyayang" (QS. al-An'am [6]: 145).
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa makanan dapat dikonsumsi ketika tidak berupa bangkai, darah dan daging babi. Pengharaman bangkai karena terdapat suatu ilat yaitu najisnya barang tersebut yang dapat membahayakan tubuh. Selain hal tersebut semua makanan secara umum boleh dikonsumsi selagi syariah tidak mengharamkannya. Kopi luwak termasuk jenis minuman yang bahannya diperoleh dari biji kopi yang dipilih oleh binatang musang luwak yang kemudian memakan biji kopi tersebut tanpa menghancurkannya setelah ia makan, walaupun biji kopi tersebut tercampur dengan kotorannya, akan tetapi biji kopi tersebut masih bisa dibersihkan dan disucikan sehingga dapat dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan fatwa MUI tentang syarat-syarat dihalalkannya menkonsumsi kopi luwak.

Link Download Materi UAS dan Handout Politik Hukum Ketatanegaraaan FINAL (UAS 2015-2016) (Dr. Saifudin, S.H., M.Hum.) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia By. Babibank

    HUKUM & P0LITIK KETATANEGARAAN
    Oleh : Saifudin
    SKS : 2
    Hari : Selasa jam 10 30 – 12 10
                PENDAHULUAN/PENGANTAR
    I. Berbicara hukum dan pilitik ketanegaraan berarti membahas latar belakang lahirnya atau munculnya kebijakan politik dalam negara yang diwadahi dalam aturan hukum.
    2. Kita ketahui bahwa hakikat negara adalah organisasi kekuasaan yang lebih berdimensi pulitik yang bertumpu pada kepentingan;
    3. Dalam politik tidak ada yang abadi kecuali kepentingan itu sendiri;
    4. Oleh karn itu, hukum dilihat sebagai produk dari konfigurasi politik pada waktu hukum dibahas oleh yang berwenang.
    5. Jadi, hukum ditempatkan sebagai sub sistem dari sistem kemasyaraatan yang luas, tidak sekedar dilihat sebagai kaca mata kuda.
    Perbedaan Politik dan Hukum
 Secara Sederhana
    Politik   :  dilihat dari obyek, pensikapan, penyelesaian dan sifat :
                1. dari obyeknya : issu, kepentingan dan kekuasaan;
                2. dari pensikapannya  :  penuh dengan kecurigaan;
                3. dari penyelesaiannya : win-win solution,  kecuali salah satu                      kekuatan politiknya bersifat mutlak;
                 4. dari sifatnya : lebih kepada kuantitas atau jumlah sehingga                      ada slogan one man one vote.
    Lanjutan
    Hukum  : dilihat dari obyek, pensikapan, penyelesaian dan sifat :
            1. Dari obyeknya : aturan, norma dan kaidah;
            2. Pensikapan  :  ada asas praduga tak bersalah ( presumtion of                  innounce;
            3. Dari penyelesaiannya : harus hitam –putih yaitu harus tegas                   salah atau benar dalam menuju keadilan;
            4. Dari sifatnya : lebih kepada kualitas, substansi sehingga ada                slogan tegakkan hukum/keadilan meskipun langit akan runtuh.
        Perbedaan Politik Hukum
dengan Ilmu Politik Hukum
    Dilihat dari 3 cabang filsafat ilmu yaitu :
 1. Ontologi adalah cabang dari filsafat ilmu yang mengkaji tentang pengertian, definisi, hakikat, pemahaman dasar, substansi terhadap suatu persoalan;
2. Epistimologi adalah cabang dari filsafat ilmu yang mengkaji tentang prosedur, tata cara, mekanisme, urut-urutan bagaimana sesuatu terjadi;
3. Aksiologi adalah cabang dari filsafat ilmu yang mengkaji tentang kegunaan, kemanfaatan, utilitas.

  Pertama Politik Hukum
  Ontologi Politik Hukum :   Arah kebijakan negara;
  Epistimologi Politik Hukum : Dibuat oleh lembaga atau pejabat yang berwenang;
  Aksiologi dari Politik Hukum : Sebagai acuan dalam berjalannya negara.

  Kedua Ilmu Politik Hukum
  Ontologi dari Ilmu Politik Hukum : pengetahuan;
  Epistimologi Ilmu Politik Hukum : Dibuat oleh Ilmuan;
  Aksiologi dari Ilmu Politik Hukum : Untuk menambah wawasan pengetahuan terkait dengan politik hukum.
    Pengertian dari Politik Hukum
   Politik hukum (legal policy) adalah arah kebijakan dalam rangka menuju terwujudnya tujuan negara melalui pembentukan aturan hukum yang baru atau mengganti hukum lama (yang tdk sesuai lagi) dengan hukum baru yang sejalan dengan situasi dan kondisi seiring dengan dinamika perkembangan masayarakatnya.
    Pengertian Ilmu Politik Hukum
   Ilmu Politik Hukum adalah meliputi 3 aspek sekaligus yaitu; pertama, legal policy itu sendiri; kedua, latar belakang dinamika politik yang terjadi ketika dibuatnya suatu aturan hukum; ketiga, terkait dengan penegakan hukumnya.

   Jadi : politik hukum bagian dari kajian ilmu politik hukum. Berarti yang lebih luas adalah ilmu politik hukum.
    Bagaimana Hubungan antara Ilmu Politik Hukum dengan Teori Friedman tentang Pembangunan Hukum Nasional
   Teori  Friedman tentang pembangunan hukum nasional pada intinya  menyatakan :  Ada tiga aspek dalam pembangunan hukum nasional yaitu : pertama,  substancy; kedua, structure; ketiga; culture. Dengan kata lain Friedman menyatakan ada : materi atau isi dari hukum; ada struktur yang terlibat dalam proses pembentukan hukum; ada budaya hukum ketika hukum dijalankan dalam realita kehidupan masyarakat.
    Lanjutan Hubungan anatara Ilmu Politik Hukum dengan teori Friedmann
    Jadi, hubungan antara ilmu politik hukum dengan teori Friedman tentang pembangunan hukum nasional pada hakekatnya adalah sama.
    Artinya  :
            1. untuk  politik hukum (legal policy) bertemu dengan substance yang                merupakan materi hukumnya;
            2. untuk latar belakang politik lahirnya aturan hukum bertemu dengan               structure yang mrpakan lembaga atau pejabat yang mengeluarkan                aturan yang tidak terlepas dari visi politiknya;
            3. untuk penegakkan hukum bertemu dengan culture yang mrpakan       budaya hukum dalam masyarakat maupun penegak hukumnya.
    Pengaruh Konfigurasi Politik thdp Produk Hukum
    Tesis yang dibangun adalah : hukum produk politik
    Ada macam-macam Konfigurasi Politik  (KP) yang akan mempengaruhi karakter Produk Hukum (PH), yaitu :
    Apabila KP itu demokratis maka PH akan otonom, responsif, mandiri;
    Apabila KP itu otoriter maka PH akan ortodox, konservative, status quo;
    Apabila KP itu non demokratis maka PH akan melahirkan gabungan antara unsur demokratis dan unsur otoriter.
    Apabila KP itu non otoriter maka PH akan melahirkan gabungan antara unsur demokratis dengan unsur otoriter.
    Urutan KP Jika Dilihat dari Kepentingan Rakyat  dalam Upaya Perlindungan Hukumnya
   1. Urutan Pertama adalah KP Demokratis PH responsif;
   2. Urutan Kedua adalah KP  Non Otoriter kalau diprosentase kira-kira 60 untuyk demokratis dan 40 untuk otoriternya;
   3 Urutan Ketiga adalah Non Demokratis, kalau diprosentase kira-kira 40 untuk demokratisnya dan 60 untuk otoriternya;
   4 Urutan Keempat adalah KP Otoriter PH ortodox.
    Bagaimana Hubungan KP beserta PH Kaitannya dengan Cita-cita Mewujudkan Tujuan Negara, Mana yang Lebih Baik ?
Konpfigurasi politik apapun sebagai suatu sistem  atau bangunan teori adalah netral, dalam arti semua mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Tidak ada jaminan bahwa yang demokratis pasti berhasil dalam mensejahterakan rakyatnya. Sebaliknya tidak bisa dikatakan bahwa yang otoriter rakyat pasti sengsara.  Semua tergantung pilihanyya, tentu dengan segala konsekuensinya.
    Pemahaman Konfigurasi Politik Demokratis
    Konfigurasi Poliktik Demokratis adalah konfigurasi yg membuka peluang bagi berperannya potensi rakyat secara maksimal untuk turut aktif menentukan kebijakan negara. Di dalam konfigurasi politik ini, pemerintah lebih merupakan “komite” yg melaksanakan kehendak-kehendak rakyatnya secara demokratis. Sementara badan perwakilan  rakyat dan parpol berfungsi secara proporsional dan lebih menentukan dalam pembuatan kebijakan negara. Dunia pers dapat melaksanakan fungsinya dg bebas tanpa pembredelan. 
    KP Otoriter
    KP Otoriter adalah konfigurasi yang menempatkan pemerintah pada posisi yg sangat dominan dg sifat yg sangat intervensionis dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan negara sehingga potensi dan aspirasi masyarakat tidak teragregasi dan terartikulasi secara proporsional. Bahkan dg pemerintah yg sangat dominan, badan perwakilan rakyat dan parpol tidak berfungsi dengan baik dan lebih merupakan alat justifikasi (rubber stamps) atas kehendak pemerintah. Pers tidak memiliki kebebasan dan senantiasa berada di bawah kontrol pemerintah dan bayang-bayang pembredelan.
    Produk Hukum Responsif/Otonom
    PH  Responsif/otonom adalah produk hukum yg karakternya mencerminkan pemenuhan  atas tuntutan-tintutan individu maupun berbgai kelompok sosial di dalam masyarakat sehingga lebih mampu mencerminkan rasa keadilan di tengah-tengah masyarakat. Proses pembuatan hukum yg responsif ini mengundang secara terbuka partisipasi dan aspirasi masyarakat. Lembaga peradilan dan hukum diberi fungsi sebagai alat pelaksana bagi kehendak masyarakat. Rumusannya biasanya cukup rinci sehingga tidak terbuka untuk dapat diinterpretasikan berdasarkan kehendak dan visi pemerintah sendiri secara spesifik.
    Produk Hukum Konservatif/Ortodoks
    PH Konservatif adalah produk hukum  yg karakternya mencerminkan  visi politik pemegang kekuasaan  dominan sehingga pembuatannya tidak mengundang partisipasi dan aspirasi masyarakat secara sungguh-sungguh. Jika prosedur partisipasi ada, hal itu lebih bersifat formalitas. Di dalam produk hukum ini, biasanya hukum diberi fungsi dg sifat positivis-instrumentalis atau alat bagi pelaksana idiologi dan program pemerintah. Rumusan materi hukumnya, biasanya yang pokok-pokok saja shg ia dapat diinterpretasikan oleh pemerintah menurut visi dan kehendaknya sendiri dg berbagai peraturan pelaksanaan. 
    Indikator KP Demokratis
    1. parpol dan parlemen berperan aktif menentukan kebijakan negara;
    2. Eksekutif bersifat netral sebagai pelaksana;
    3. Pers bebas dalam menyampaikan kontrol sosial.

    Indikator KP Otoriter
    1. Parpol dan parlemen lemah dan fungsinya sebagai rubber stamps;
    2. Eksekutif bersifat intervensionis;
    3. Pers terancam pemberedelan, tidak bebas.
    KaRAKTER Produk Hukum Responsif
    1. Pembuatannya partisipatif bagi masyarakat;
    2. Isinya aspiratif atas tuntutan masyarakat;
    3. Cakupannya bersifat limitatif (close interpretation).
    Karakter PH Konservatif
    1. Pembuatannya sentralistik di lembaga eksekutif;
    2. Isinya positif instrumentalistik;
    3. cakupannya cenderung open interpretative.
    Tugas Kelompok
    1. Satu kelompok minimal 3 maksimal 4 orang;
    2. Masing-masing kelompok mencari satu produk hukum yang konservatif dan satu produk hukum yang responsif;
    3. Tunjukkan pasal-pasal yang mengarah pada kecenderungan karakter watak hukumnya;
    4. Kalau produk hukum tersebut sudah diganti dengan yang baru, maka kemukakan produk hukum penggantinya;
    5. Dikumpulkan dua minggu dari tanggal 29 September 2015, berarti tanggal 13 Oktober 2015.
6. Tugas dikumpulkan dalam bentuk hardcopy, sementara yang softcopy untuk bahan presentasi dalam diszkusi kelas.
7. Produk hukum dianalisis dari aspek : politik hukumnya (legal policynya); latarbelakang politiknya dan penegakan hukumnya.


    Karakteristik Hukum Menindas dan Hukum Otonom (Dari Disertasi P Mahfud yg membahas Pengaruh KP thdp PH)
    Lanjutan……..
    PERIODESASI KONFIGURASI POLITIK PASCA KEMERDEKAAN DI INDONESIA
    Pancasila, UUD 1945 dan Politik Hukum
    Bagamana hubungan Pancasila sebagai dasar falsafah negara dengan UUD 1945 dalam rangka menuju pembangunan politik hukum nasional ?
   Hubungan Pancasila, UUD 1945 dan Politik Hukum
Indonesia  Sebagai Negara Merdeka

Alinea IV Pembukaan  UUD 1945
yang Merupakan Alinea Pengorganisasian Negara
Alinea yang Mengandung Visi dan Misi Negara

Tujuan Dasar Pendirian Negara
Adalah Mewujudkan Masyarakat Adil dan Makmur


Dalam Alinea IV Dimuat :
Tujuan Negara
Ada Dasar Falsafah Pancasila
Ada Dianutnya Konsepsi  Negara Hukum
Ada Dianutnya Konsepsi  Kedaulatan Rakyat


Pak Mahfud dalam bukunya Membangun Politik Hukum  Menegakkan Konstitusi mengemukakan ada 4 Keseimbangan Kepentingan yang Perlu Dipertimbangkan dalam Pembangunan Hukum Nasional Berdasarkan Dasar Falsafah Pancasila
              Kesembangan antar kepentingan individu dengan kolektivitas;
              Keseimbangan antara kepentingan dianutnya Rechsstaat                            dengan The Rule of Law;
              Keseimbangan antara fungsi hukum sebagai a tool of social engineering (sarana pembaharuan masyarakat) dengan hukum sebagai akomodasi atau respon dari tata nilai yang positif yang hidup di tengah-tengah masyarakat;
              Keseimbangan sebagai negara bangsa yang religus.

    Dalam rangka mewujudkan  tatanan keseimbangan tersebut , maka tidak boleh ada hukum yang :
              Tidak boleh ada hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan;
              Tidak boleh ada hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan;
              Tidak boleh ada hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai persatuan
              Tidak boleh ada hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai kerakyatan;
              Tidak boleh ada hukum yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan.

    Latar Belakang Amandemen UUD 1945
    Secara teoritik UUD yang singkat sebgaimana halnya dg UUD 45 Produk  Proklamasi yg hanya memuat : 16 Bab; 37 Pasal; 4 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Ayat Aturan Tambahan membuka peluang sbb.  :
    1. Membuka peluang bagi adanya interpretasi, sehingga bisa menimbulkan multi tafsir;
    2. Membuka peluang bagi adanya penjabaran, sehingga melahirkan adanya ketentuan-ketentuan pelengkap dalam penyelenggaran negara;
    3. Membuka peluang bagi dibuatnya Penjelasan UUD.


    Ad.1. Contohnya adalah pasal yg terkait dengan masa jabatan presiden…”Presiden memegang kekuasaan pemerintahan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih  kembali”. Frase sesudahnya dapat dipilih kembali bisa ditafsirkan : a. Hanya untuk lima tahun berikutnya  berarti sampai 10 tahun; atau b. bisa dipilih lebih dari 2 periode berarti lebih 10 tahun.  Nah, yang terjadi dalam praktek Orde Baru digunakan yang lebih dari dua kali, sehingga Presiden Suharto bisa menjabat selama 32 tahun yang berarti sekitar 7 kali.
    Ad. 2. Contoh penjabarannya : Pada masa Orde Baru, MPRS/MPR banyak mengeluarkan berbagai   Ketetapan MPRS/MPR yang pada dasarnya menambah ketentuan UUD dalam penyelenggaraan negara.

    Ad. 3. UUD 1945 yang lama dilengkapi dengan Penjelasan, baik penjelasan Umum maupun penjelasan pasal demi pasal.
    Besarnya Kekuasaan Presiden dalam UUD 1945 Yang Asli
    1. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan yang populer dengan sebutan kekuasaan eksekutif;
    2. Presiden memegang kekuasaan membentuk UU yang populer dengan kekuasaan legislatif (meskipun harus dengan persetujuan DPR);
Sementara teori Montesquieu dalam memisahkan tiga poros kekuasaan dalam negara dibangun dengan dasar pemikiran sbb. :
              Apabila dua atau lebih fungsi dalam negara dilakukan oleh satu tangan pemegang kekuasaan maka akan membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan;


    2. Akan tetapi ketika kekuasaan itu dipisahkan secara mutlak, juga akan membuka peluang bagi penyalahgunaan kekuasaan;
    3. Oleh karena itu, kekuasaan dalam negara harus dipisahkan dan disertai checks and balances.

    Dengan melihat pada berbagai kekuasaan presiden yang sangat besar dalam UUD 45 yang Asli tsb. maka penataan kekuasaan presidean dalam amandemen UUD 1945 dikurangi dan dibatasi. Itulah yang terjadi pada Amandemen Tahap Pertama tahun 1999 berupa pengurangan kekuasaan presiden dan memperkuat posisi DPR. Tujuannya agar terjadi keseimbangan dalam penyelenggaraan negara sesyuai dengan dipihnya tatanan negara hukum yang demokratis.
    Literatur
    1. Politik Hukum di Indonesia : Prof. Dr. Moh. Mahfud MD
    2. Membangun Politik Hukum Menegakkan Konstitusi : Moh Mahfud MD;
    3. Perdebatan Hukum Tata Negara : Moh Mahfud MD
    4. Politi Hukum : Ni’matul Huda.
    5. Risalah Penyusunan Naskah Amandemen/Perubahan UUD : Ada 12 Jilid.
    Latar Belakang Politik Hukjum Eksistensi Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 yang Tetap Dipertahankan  seperti Aslinya.
    1. Dalam negara kesatuan tidak mungkin ada negara dalam negara;
    2. Kedaulatan terletak pada pemerintah pusat; daerah tergantung pusat yang diatur lewat konstitusi secara garis besar. Sementara wujud keterlibatan pemerintah pusat kepada daerah ditindak lanjuti dengan UU, berarti kewenangan legislasi yaitu DPR dengan persetujuan presiden.
    3. Letak geografis dan penyebaran sumber daya alam di Indonesia tidak merata;
    4. Dalam proses kelahiran Republik bangsa Indonesia mengalami nasib yang sama, dijajah kolonial yang membangkitkan rasa nasionalisme.


    Dengan melihat pada pemahaman teoritis negara kesatuan ditopang oleh letak georgafis sumber daya alam yang tidak merata dan republik lahir atas perasana nasionalisme yang sama, maka dipilihlah dan dipertahankanlah Susunan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

   Penegakkan untuk menganmankan Pasal 1 Ayat 1 UUD1945, maka dalam Pasal 37 ayat 5 UUD 1945 ditegaskan bahwa NKRI tidak bisa dilakukan perubahan.

    Dalam menyeimbangkan dan menata daerah pasca amandemen agar NKRI tetap eksis maka selain Pasal 18 UUD 1945 yang mengatur  daearh, maka dibentuk  DPD untuk ikut urusan terkait 5 hal  RUU :
   1. otonomi daerah;
   2. Hubungan pusat dan daerah;
  3. Pembentukan, pemekaran dan penggabungan;
4. Pengelolaan SDA dan sumber daya ekonomi lainnya;
5. Perimbangan keuangan pusat dan daerah.



    Berbagai UU dalam rangka Penataan Pemerintah Daerah tetap dalam NKRI
    Era Orde Baru :   UU 5 Tahun 1974 arahnya kepada penguatan pusat kepada daerah. Mengapa ini terjadi ? Tahun 1974 berada di era orde baru yang konfigurasi politiknya adalah “otoriter”, maka karakter produk hukum uu no. 5 tahun 1974 lebih kepada memperkuat posisi penguasa.
    Era Reformasi : UU 22 Tahun 1999  ini lahir dalam konfigurasi politik yang demokratis. Akan tetapi, substansi materi dari UU 22/99 lebih kepada penguatan daerah yang berlebihan sehingga membahayakan eksistensi susunan negara kesatuan. Oleh karena itu, lahir UU No. 32 Tahun 2004 yang sama-sama dalam konfigurasi politik demokratis, tetapi substansinya mengarah kepada keseimbangan pusat dan derah. UU32 2004 sampai sekarang telah menglami berbagai perubahan menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat bangsa Indonesia.
                                UU 32 Tahun 2004

    Misalnya  : KY, KPU, ORI, KPK, KPPU, KPI, KPAI dll ?
    Dalam memahami negara dapat dilihat dari dua aspek :
 Dari aspek politik bernegara itu adalah persoalan : kepentingan dan kekuasaan;
Dari aspek hukum bernegara itu memegang amanah sesuai aturan, yang menuntut pertanggungjawaban (responsibility);
 Pertanyaan : mengapa pasca reformasi 1998 muncul berbagai lembaga-lembaga independen ?
    Arah Politik Hukum Penataan Kedaulatan Rakyat dalam Amandemen UUD 1945
Ada dekonstruksi dalam penataan konsepsi kedaulatan rakyat pasca Amandemen UUD 1945.
Sebelum Amandemen UUD 1945, kedaulatan di tangan rakyat dilakukan sepenuhnya oleh MPR, sehingga terjadi transformasi kedaulatan dari rakyat kepada lembaga politik MPR;

   Semula, posisi rakyat dipakai alas pijakan dalam membangun kekuasaan. Pemilu dilakukan lima tahun sekali, tetapi pasca pemilu rakyat dininabobokan dan dibangunkan kembali lima tahun berikutnya untuk pemilu lagi. Jadi, rakyat pada posisi diperdayakan, krn pelaksana riil kedaulatan dalam proses bernegara dilakukan oleh MPR. MPR sendiri, susunannya diatur dengan UU dan ketka itu Presiden pembentuk UU meskipun dg persetujuan dPR. Jadi, dibawah legislatif yg dilakukan atas dominasi Presiden. Kesimpulannya, MPR mrpkan perpanjangan dari Presiden.


    Hasil dekonstruksi Pasca Amandemen UUD
    Pasca Amandemen UUD 1945, posisi rakyat diberdayakan dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
    Hak-hak dasar rakyat yang terjelma dalam HAM dilindungi dan dijamin dalam UUD 1945 Hasil Amandemen;
    Kedaulatan rakyat tetap di tangan rakyat yg dilindungi UUD dan dilaksanakan oleh primary state organ seeperti MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MA,MK dan auxiliary state organ seperti KY.
    Kedudukan organ-organ negara sejajar satu dengan lainnya, sehingga terjadi saling kontrol, checks and balances.

Keterlibatan rakyat dalam membangun negara yang  bermartabat, beretika, berkeadilan dan bertaqnggungjawab dilakukan dengan membentuk komisi atau lembaga ethiks yang membidik perilaku dalam bernegara.

    Mengapa pasca reformasi muncul berbagai komisi-komisi independen ?
    Ada lima macam pola (model) pertanggung jawaban dalam menjalankan negara :
    1. Politic Responsibility, pertanggungjawaban politik yang dilakukan oleh partai politik dan lembaga DPR;
    2. Administrative Responsibility, pertanggungjawaban pelayanan administrasi yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan;
    3. Financial Responsibility, pertanggungjawaban penggunaan keuangan yang dilakukan oleh BPK;
    4. Yuridis Responsibility, pertanggungjawaban hukum yang dilakukan oleh Kepolisian, Kejaksaan dan Peradilan.
    5. Ethic Responsibility, pertanggungjawaban etika bernegara yazng dilakukan oleh komisi-komisi independen.


    Di masa Orde Baru, dari lima macam model pertanggungjawaban (reszponsibility) di muka baru terlaksana 4 model responsibility yaitu : political responsibility yaitu DPR; financial responsibility dilakukan BPK, yuridis responsibility dilakukan oleh kepolisian, kejaksaan dan lembaga peradfilan; dan administrative responsibility yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan. Sementara untuk yang ethic responsibility di jaman orde barau belum tersgarap secara maksimal, atau  sama sekalibahkan malah belum tergarap. Sehingga di era orde dikenal KKN yang populer dengan korupsi, kolusi dan nepotesme. Ini yang mendorong salah satu lahirnya gerakan reformasi 1998vyang telah merubah bangsa Indonesia menuju jalan demokratisasi sekarang ini.

    Wujud dalam tuntutan etika bernegara ini, maka era reformasi dibentuk berbagai lembaga/komisi indenden seperti :
 1. Di bidang politik proses demokrasi dibentuk KPU;
2. Di bidang penyelenggaraan birokrasi pementahan dibentuk ORI;
3. Di bidang penggunaan financial dibentuk KPK;
4. Di bidang yuridis dibentuk KY, Kompolnas, Komisi Kejaksaan.

Di masing- masing lembaga masih dibentuk juga komisi-komisi ehik, misal di DPR dibentuk Dewan Kehormatan DPR; di Mahkamah Konstitusi dibentuk Mahkamah Kehormatan Hakim dll yang sekarang sudah muncul sekitar 30 an lembaga independen.

    Pemilihan Presiden dari MPR ke Pilihan Langsung
    1. Pencalonan presiden  oleh Fraksi
2. Era Orba pilihan presiden dilakukan oleh MPR.
    3. Wakil presiden dicalionkan oleh Presiden setelah selesainya bpemilihan presiden.
4. Calaon wakil presiden disampaikan kepada MPR untuk dipilih, tetapi, penentu terpilihnya wapres ada pada presiden.
    5. Problem yang muncul dalam pilpres yang dilakukan oleh MPR pada masa Orde Baru adalah : Sangat mungkin pilihan MPR tidak sejalan dengan kehendak rakyat.
    Pasca Amandemen
    1. Dilakukan perubahan cara pemilihan yaitu dilakukan secara langsung oleh rakyat;
    2. Pergantian cara pemilihan dari MPR kepada rakyat secara langsung ini untuk membvangun hubungan kedekatan pskologis antara presiden dengan rakyat;
    3. Pemilihan presiden dapat dilakukan dalam satu kjali putaran meskipun syaratnya berat ( harus ditopang oleh 50 % lebih yang tersebar dalam lebih dari separo jumlah propinsi dengan syarat dukungan minimal 20 %. ) Akan tetapi kalau terpenuhi, maka akan selesai pilpres dengan satu putaran. Putaran pertama ini dibikin syrat nya berat, agar calon presiden yang lolos bukan sekedar  asal dapat presiden.


    4. Untuk putaran kedua ditempuh ketika pada putaran pertama tidak ada calon yang memenuhi syarat perolehan prosentase suara.
    5. Pada putaran yang kedua ini siapa yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dikompetisikan lagi dengan tanpa melihat syarat prosentase suara yang diraih. Siapa memperoleh terbanyak itulah yang menang.
    6. Penentuan syarat yang tanpa melihat prosentase distribusi perolehan suara yang kedua ini, ditempuh krn kalau ditetapkan syrat distribusi prosentase lagi dikhawatirkan tidak akan tercapai lagi dan republik bisa mengalami kekosongan pemimpin presiden.

    7.  Untuk pilpres 2019 pelaksanaan pilpres disatukan dengan pelaksanaan pilihan legislatif. Artinya berbeda dengan pilpres 2004, 2009 dan 2014 yang dilakukan terpisah dari pilihan legislatif.
    8. Penggabungan pilpres 2019 dengan pileg 2019 karena untuk efisiensi pendanaan.
    9. Jadi pada pemilu serentak antara pileg dengan pilpres 2019 akan ada lima kotak suara.