A.
Dalil
Pertama, mengacu pada Ayat-ayat Allah
di dalam Al-Quran yang diantaranya bermakna:
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا وَلَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
“Hai sekalian manusia, makanlah
yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah musuh
yang nyata bagimu.” (Q.S.
Al-Baqoroh [2]: 168).
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَاشْكُرُوا لِلَّهِ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (Q.S. Al-Baqoroh [2]: 172).
وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ
“Dan makanlah makanan yang
halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah
kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (Q.S. Al-Maidah [5]: 88).
“Dia-lah Allah, yang
menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu sekalian…” (Q.S. Al-Baqoroh [2]: 29).
الَّذِينَ
يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا
عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ
بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ
الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ ۚ فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ
وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ ۙ أُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
“…dan menghalalkan bagi
mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk…” (Q.S. Al-A’raaf [7]: 157).
B.
As-Sunnah
الحلال ما احل الله في كتابه, والحرام ما حرم الله في كتابه, وما سكت عنه فهو مما عفا عنه.
( اخرجه الترميذي وابن ماجه عن سلمان الفارسي)
"Yang halal adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang di-haramkan oleh Allah dalam Kitab-Nya; sedang yang tidak dijelaskan-Nya adalah yang dimaafkan" (HR. al-Tirmidzi & Ibnu Majah).
ان الله فرض فرائض فلا تضيعوها, وحد حدودا فلا تعتدو ها, وحرم اشياء فلا تنتهكوها,
وسكت عن اشياء رحمة لكم غير نسيان فلا تبحثوها.( رواه الدارقطني وحسنه النواوي.)
“Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban; janganlah kamu abaikan, telah menetapkan beberapa batasan, jangalah kamu langgar, telah mengharamkan beberapa hal, janganlah kamu rusak, dan tidak menjelaskan beberapa hal sebagai kasih sayang kepadamu, bukan karena lupa, maka janganlah kamu tanya-tanya hukumnya” (HR. Daraquthni dan dinilai sahih oleh Imam Nawawi(
الحلال ما احل الله في كتابه, والحرام ما حرم الله في كتابه, وما سكت عنه فهو مما عفا عنه.
( اخرجه الترميذي وابن ماجه عن سلمان الفارسي)
"Yang halal adalah sesuatu yang dihalalkan oleh Allah dalam Kitab-Nya, dan yang haram adalah apa yang di-haramkan oleh Allah dalam Kitab-Nya; sedang yang tidak dijelaskan-Nya adalah yang dimaafkan" (HR. al-Tirmidzi & Ibnu Majah).
ان الله فرض فرائض فلا تضيعوها, وحد حدودا فلا تعتدو ها, وحرم اشياء فلا تنتهكوها,
وسكت عن اشياء رحمة لكم غير نسيان فلا تبحثوها.( رواه الدارقطني وحسنه النواوي.)
“Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban; janganlah kamu abaikan, telah menetapkan beberapa batasan, jangalah kamu langgar, telah mengharamkan beberapa hal, janganlah kamu rusak, dan tidak menjelaskan beberapa hal sebagai kasih sayang kepadamu, bukan karena lupa, maka janganlah kamu tanya-tanya hukumnya” (HR. Daraquthni dan dinilai sahih oleh Imam Nawawi(
C.
Qowaidul Fiqhiyyah
الأصل في الأشياء النافعة الاباحة وفي الأشياء الضارة الحرمة.
"Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan hukum asal sesuatu yang berbahaya adalah haram".
الأصل بقاء ما كان على ما كان.
"Hukum asal mengenai sesuatu adalah tetapnya hukum sesuatu sebagaimana sedia kala."
الأصل في الأشياء الاباحة , مالم يقم دليل معتبر على الحرمة.
"Hukum asal mengenai sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil muktabar yang mengharamkanya."
الأصل في الأشياء النافعة الاباحة وفي الأشياء الضارة الحرمة.
"Hukum asal sesuatu yang bermanfaat adalah boleh dan hukum asal sesuatu yang berbahaya adalah haram".
الأصل بقاء ما كان على ما كان.
"Hukum asal mengenai sesuatu adalah tetapnya hukum sesuatu sebagaimana sedia kala."
الأصل في الأشياء الاباحة , مالم يقم دليل معتبر على الحرمة.
"Hukum asal mengenai sesuatu adalah boleh selama tidak ada dalil muktabar yang mengharamkanya."
D. Ijtihad
Dalam menetapkan
kehalalan mengkomsumsi kopi luwak, majlis ulama’ Indonesia (MUI) menggunakan
dua metode. Pertama, Metode Qiyas (penganalogian), dalam hal ini MUI
menganalogikan hukum kehalalan kopi luwak seperti benda mutanajis, jika biji
tersebut kembali dalam kondisi semula sekira sekira ditanam dapat tumbuh maka
statusnya adalah mutanajjis, bukan najis. Bisa dipahami, pendapat yang
menegaskan kenajisannya kemungkinan jika tidak dalam kondisi kuat. Sementara,
pendapat yang menegaskan sebagain mutanajjis kemungkinan karena dalam kondisi
tetap; sebagaimana barang yang terkena kotoran lain. Analog dengan biji-bijian
adalah pada masalah telur, jika keluar dalam kondisi utuh setelah ditelan
dengan sekira ada kekuatan untuk dapat menetas, maka hukumnya mutanajjis, bukan
najis”. Kedua, Metode Ijtihad Bayani, dalam hal ini hukum mengkonsumsi
kopi luwak dapat digali hukumnya dengan menggunakan ijtihad bayani.yaitu
menjelaskan hukum syara’ dari nash al-qur’an dan hadits.keumuman dasar hukum
mengkonsumsi makanan dan minuman terdapat dalam surat al-an’am ayat 145 yang
berbunyi :
"Katakanlah:
Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku sesuatu yang
diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu
bangkai, darah yang mengalir, atau daging babi --karena sesungguhnya semua itu
kotor—atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barang siapa yang
dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak
(pula) melampaui batas, makasesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun, Maha
Penyayang" (QS. al-An'am [6]: 145).
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa makanan dapat dikonsumsi ketika tidak berupa bangkai, darah dan daging babi. Pengharaman bangkai karena terdapat suatu ilat yaitu najisnya barang tersebut yang dapat membahayakan tubuh. Selain hal tersebut semua makanan secara umum boleh dikonsumsi selagi syariah tidak mengharamkannya. Kopi luwak termasuk jenis minuman yang bahannya diperoleh dari biji kopi yang dipilih oleh binatang musang luwak yang kemudian memakan biji kopi tersebut tanpa menghancurkannya setelah ia makan, walaupun biji kopi tersebut tercampur dengan kotorannya, akan tetapi biji kopi tersebut masih bisa dibersihkan dan disucikan sehingga dapat dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan fatwa MUI tentang syarat-syarat dihalalkannya menkonsumsi kopi luwak.
Dari ayat diatas dapat disimpulkan bahwa makanan dapat dikonsumsi ketika tidak berupa bangkai, darah dan daging babi. Pengharaman bangkai karena terdapat suatu ilat yaitu najisnya barang tersebut yang dapat membahayakan tubuh. Selain hal tersebut semua makanan secara umum boleh dikonsumsi selagi syariah tidak mengharamkannya. Kopi luwak termasuk jenis minuman yang bahannya diperoleh dari biji kopi yang dipilih oleh binatang musang luwak yang kemudian memakan biji kopi tersebut tanpa menghancurkannya setelah ia makan, walaupun biji kopi tersebut tercampur dengan kotorannya, akan tetapi biji kopi tersebut masih bisa dibersihkan dan disucikan sehingga dapat dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan fatwa MUI tentang syarat-syarat dihalalkannya menkonsumsi kopi luwak.
0 comments:
Post a Comment