WHAT'S NEW?
Loading...

Sosial Media dan Penghormatan Ulama By. Babibank

Berawal dari sebuah hobi menyimak ceramah di youtube, kemudian iseng2 scroll kolom komentar, Ya ironis beginilah kondisi sebuah kolom komentar di setiap posting video ceramah yg sebagian besar penuh caci maki, kebencian dan saling hujat sungguh tidak relevan dengan apa yg disajikan dalam konten yang seharusnya menenangkan jiwa berubah menjadi "medan tempur". Menyikapi Fenomena yang terjadi sekarang bagaimana sebuah tatanan baru yang skrg secara perlahan memecah belah umat muslim, benda itu bernama social media. Ini lah ternyata bentuk nyata dari kesuksesan jahiliyah modern yg pelan tp pasti bergerak menggerogoti Islam dari dalam, karena mereka tau sulit untuk merusak islam dari luar (konfrontasi).
Disini saya mengkritisi bagaimana skrg sudah tidak adalagi yang namanya penghargaan pada ulama, para pengikut semuanya saling serang entah apa motif saling tuding sesat lah atau apalah itu, sekarang semuanya bisa jd masalah karena semuanya saling menyalahkan. Kenapa jadi terjadi demikian? Semuanya berawal dari unsur "tidak suka", dari unsur inilah kesalahan berasal. Apa saja yang dilakukan seseorang bisa menjadi salah ketika si penuduh memiki ketidaksukaan. Kadang munculnya ketidaksukaan ini banyak dijumpai dari hal yang sebenarnya krg logis seperti contohnya hanya dari cerita teman atau hanya tindakan beberapa oknum seseorang bisa menggeneralisir bahwa setiap org yg dikelompok itu salah. Kenapa tidak logis? Mendengarkan keterangan saja atau hanya tindakan beberapa org tidak pantas untuk kita dapat memvonis seluruh dari anggota kelompoknya. Kita perlu bukti dan dasar yg kuat untuk mengenalisir sebuah kelompok bukannya cuman hanya dengar saja yang hal sesimpel ini memunculkan ketidak sukaan seseorang.
Jika Allah memiliki sifat Maha Kuasa maka berarti apa saja dapat terjadi oleh karena sifat tersebut. Berati tidak mustahil bagi Allah untuk menciptakan sebuah perbedaan didalam kehidupan kita. Sesuatu yang diciptakan pasti ada maksud sendiri didalamnya, siapa yg tidak setuju dengan argumen tersebut? Saya rasa semuanya pasti setuju. Maka bisa saja perbedaan diciptakan untuk menjadi indikator bagaimana kepatuhan antara hamba kepada tuhannya. Apakah seorang hamba bisa menyikapi perbedaan dengan benar atau tidak. Atau bahkan perbedaan ini menjadi sebuah langkah pasti yg mengantarkan menuju "ladang dosa". Dan bisa saja perbedaan ini diciptakan untuk melihat bagaimana kita dapat menjaga lisan dan perbuatan kita pada sesama muslim. Perbedaan ini menjadi sebuah pemantik dari penyakit2 hati salah satunya kebencian, dari kebencian ini berkembang menjadi keinginan untuk merendahkan orang lain yang dibenci sehingga kita tidak bisa menjaga lisan dan perbuatan kita, dan bahkan kdang bermuara pada dendam. Pernahkah kita berfikir bahwa yang kita "serang" itu adalah saudara kita? Ya sesama muslim bukannya saling bersaudara? Dengan contoh tindakan diatas dapat disimpulkan bahwa kita menebar kebencian pada saudara kita sesama muslim. Apakah ini yg dinamakan "kedamaian" kita sesama umat muslim?
Tentunya agama kita melarang membenci keluarga bukan? Saling menjatuhkan antar oknum2 kelompok yg kini terjadi di sekitar kita adalah bentuk kongkrit dari munculnya perbedaan. Munculnya perbedaan tidak lain menghasilkan sebuah permasalahan baru yaitu kebenaran, siapa yang benar diantara yg berbeda itu? Jawabannya adalah setiap org ingin dikatakan benar, tidak ada org yg mau dikatakan salah. Padahal Ini baru setiap orang, bagaimana kalau ada ratusan org dan bahkan terkumpul menjadi sebuah kelompok? Ya tentunya semakin besar jumlah org semakin besar keinginan untuk dinyatakan bahwa dialah yg benar. Perbedaan pendapat adalah wajar dikalangan ulama, tapi menjadi "tabu" dikalangan umat. Beginilah kurang lebih yg saya tangkap dari hasil pengamatan bagaimana sumber konflik internal Islam di Indonesia. Kembali ke pertanyaan siapa yg benar, apabila ulama memaklumi adanya perbedaan apakah kita yg hanya berposisi sebagai umat berhak untuk menilai sebuah perbedaan? Karena kebenaran hanya Allah yg behak menilai mengingat manusia dalam menilai masih dicampuri oleh nafsu. Alangkah bijaksananya jika kita yg sangat kurang ilmu ini hanya diam atau kata guru sekumpul itu "kada usah diumpati" atau beliau sering berkata "bediam haja" ya kalimat yg sederhana tapi berat untuk diamalkan karena dibalik tindakan kita yg ikut campur itu berpotensi menggerakan lisan dan perbuatan yg bisa melukai saudara kita sesama muslim. Dengan menyalahkan orang kita sama dengan menilai seseorang, apalagi sampai kita menyalahkan ulama ya artinya kita sebagai umat menyalahkan ulama bahkan banyak lebih parah hingga merendahkannya. Beginilah realita sekarang bagaimana "tatanan dunia baru" melalui social media merusak umat muslim, tidak ada lagi penghormatan pada ulama. Semua orang berhak berbicara tetapi apakah yakin yg kita utarakan dapat bermanfaat atau bahkan hanya ingin merendahkan suatu kelompok dengan cara menyudutkan apa kekurangan dan kesalahannya? Semoga bermanfaat maaf kalau ada yg tidak setuju hanya pendapat.

0 comments:

Post a Comment