Makalah Strategi Bernegosiasi dan Manajemen Konflik Sistem Kepemimpinan Islam UII Fakultas Hukum
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Dalam dunia bisnis, istilah negosiasi bukanlah hal yang baru. Negosiasi digunakan untuk menjembatani dua kepentingan yang berbeda, misalnya antara penjual dan pembeli atau antara produsen dan konsumen. Oleh karena itu, agar terjadi suatau kesepakatan diantara kedua belah pihak, diperlukan negosiasi.
Sementara itu, orang yang sering melakukan negosiasi
disebut sebagai seorang negosiator. Dalam setiap proses negosiasi, selalu ada
dua belah pihak yang berlawanan atau berbeda sudut pandangnya. Agar dapat
menemukan titik temu atau kesepakatan, kedua belah pihak perlu bernegosiasi. Dalam
bab ini akan dibahas secara khusus hal yang berkaitan dengan permasalahan
negosiasi, seperti pengertian negosiasi, proses negosiasi , keterampilan bernegosiasi
dan tipe negosiator.
1.2
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian negosiasi ?
2.
Bagaimana proses negosiasi ?
3.
Ada berapa keterampilan bernegosiasi ?
4.
Ada berapa macam tipe negosiator ?
5.
Analisa studi kasus.
BAB
II
Pembahasan
2.1 Pengertian
Negosiasi
Negosiasi adalah
sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak - pihak yang terlibat berusaha untuk
saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus
Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui
diskusi formal..
Negosiasi
merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang
dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen
kerjasama dan kompetisi.[3]Termasuk
di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau
mempengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu. Contoh kasus mengenai
negosiasi, seperti Christopher Columbus meyakinkan Ratu Elizabeth untuk membiayai
ekspedisinya saat Inggris dalam
perang besar yang memakan banyak biaya, atau sengketa Pulau Sipadan-Ligitan -
pulau yang berada di perbatasa Indonesia dengan Malaysia - antara Indonesia dengan Malaysia.
Dalam
buku Teach Yourself Negotiating, karangan Phil Baguley, dijelaskan tentang
definisi negosiasi yaitu suatu cara untuk menetapkan keputusan yang dapat
disepakati dan diterima oleh dua pihak dan menyetujui apa dan bagaimana
tindakan yang akan dilakukan di masa mendatang.
Sedangkan
negosiasi memiliki sejumlah karakteristik utama, yaitu:
1. Senantiasa melibatkan orang – baik
sebagai individual, perwakilan organisasi atau perusahaan, sendiri atau dalam
kelompok;
2.
Memiliki ancaman terjadinya atau di dalamnya mengandung konflik yang terjadi
mulai dari awal sampai terjadi kesepakatan dalam akhir negosiasi.
3.
Menggunakan cara-cara pertukaran sesuatu – baik berupa tawar menawar (bargain)
atau tukar menukar (barter);
4.
Hampir selalu berbentuk tatap-muka – yang menggunakan bahasa lisan, gerak tubuh
maupun ekspresi wajah;
5.
Negosiasi biasanya menyangkut hal-hal di masa depan atau sesuatu yang belum
terjadi dan kita inginkan terjadi;
6. Ujung dari negosiasi adalah adanya
kesepakatan yang diambil oleh kedua belah pihak, meskipun kesepakatan itu
misalnya kedua belah pihak sepakat untuk tidak sepakat.
2.2 Langkah-langkah Bernegosiasi
A. Persiapan
Langkah
pertama dalam melakukan negosiasi adalah langkah persiapan. Persiapan yang baik
merupakan fondasi yang kokoh bagi negosiasi yang akan kita lakukan. Hal
tersebut akan memberikan rasa percaya diri yang kita butuhkan dalam melakukan
negosiasi. Yang pertama harus kita lakukan dalam langkah persiapan adalah
menentukan secara jelas apa yang ingin kita capai dalam negosiasi. Tujuan ini
harus jelas dan terukur, sehingga kita bisa membangun ruang untuk bernegosiasi.
Tanpa tujuan yang terukur, kita tidak memiliki pegangan untuk melakukan tawar
menawar atau berkompromi dengan pihak lainnya.
Hal
kedua dalam persiapan negosiasi adalah kesiapan mental kita. Usahakan kita
dalam kondisi relaks dan tidak tegang. Cara yang paling mudah adalah dengan
melakukan relaksasi (sudah pernah kita bahas dalam edisi Mandiri 22). Bagi kita
yang menguasai teknik pemrograman kembali bawah sadar (subconscious
reprogramming) kita dapat melakukan latihan negosiasi dalam pikiran bawah sadar
kita, sehingga setelah melakukannya berkali-kali secara mental, kita menjadi
lebih siap dan percaya diri.
B. Pembukaan
Mengawali
sebuah negosiasi tidaklah semudah yang kita bayangkan. Kita harus mampu
menciptakan atmosfir atau suasana yang tepat sebelum proses negosiasi dimulai.
Untuk mengawali sebuah negosiasi dengan baik dan benar, kita perlu memiliki
rasa percaya diri, ketenangan, dan kejelasan dari tujuan kita melakukan
negosiasi. Ada tiga sikap yang perlu kita kembangkan dalam mengawali negosiasi
yaitu: pleasant (menyenangkan), assertive (tegas, tidak plin-plan), dan firm
(teguh dalam pendirian). Senyum juga salah satu hal yang kita perlukan dalam
mengawali sebuah negosiasi, sehingga hal tersebut akan memberikan perasaan
nyaman dan terbuka bagi kedua pihak. Berikut ada beberapa tahapan dalam
mengawali sebuah negosiasi:
a. Jangan memegang
apapun di tangan kanan anda ketika memasuki ruangan negosiasi;
b. Ulurkan tangan untuk
berjabat tangan terlebih dulu;
c. Jabat tangan dengan
tegas dan singkat;
d. Berikan senyum dan
katakan sesuatu yang pas untuk mengawali pembicaraan.
Selanjutnya dalam
pembicaraan awal, mulailah dengan membangun common ground, yaitu sesuatu yang
menjadi kesamaan antar kedua pihak dan dapat dijadikan landasan bahwa pada
dasarnya selain memiliki perbedaan, kedua pihak memiliki beberapa kesamaan yang
dapat dijadikan dasar untuk membangun rasa percaya.
C. Memulai proses negosiasi
Langkah
pertama dalam memulai proses negosiasi adalah menyampaikan (proposing) apa yang
menjadi keinginan atau tuntutan kita. Yang perlu diperhatikan dalam proses
penyampaian tujuan kita tersebut adalah:
a) Tunggu
saat yang tepat bagi kedua pihak untuk memulai pembicaraan pada materi pokok
negosiasi;
b) Sampaikan pokok-pokok keinginan atau tuntutan
pihak anda secara jelas, singkat dan penuh percaya diri;
c) Tekankan bahwa anda atau organisasi anda
berkeinginan untuk mencapai suatu kesepakatan dengan mereka;
d. Sediakan ruang untuk manuver atau tawar menawar dalam negosiasi, jangan membuat hanya dua pilihan ya atau tidak.
d. Sediakan ruang untuk manuver atau tawar menawar dalam negosiasi, jangan membuat hanya dua pilihan ya atau tidak.
d) Sampaikan bahwa “jika mereka memberi anda ini
anda akan memberi mereka itu – if you’ll give us this, we’ll give you that.”
Sehingga mereka mengerti dengan jelas apa yang harus mereka berikan
sebagai kompensasi dari apa yang akan kita berikan.
Hal
kedua dalam tahap permulaan proses negosiasi adalah mendengarkan dengan efektif
apa yang ditawarkan atau yang menjadi tuntutan pihak lain. Mendengar dengan
efektif memerlukan kebiasaan dan teknik- teknik tertentu. Seperti misalnya
bagaimana mengartikan gerakan
tubuh dan ekspresi wajah pembicara. Usahakan selalu membangun kontak mata dengan pembicara dan kita berada dalam kondisi yang relaks namun penuh perhatian.
tubuh dan ekspresi wajah pembicara. Usahakan selalu membangun kontak mata dengan pembicara dan kita berada dalam kondisi yang relaks namun penuh perhatian.
D.
Zona Tawar Menawar (The Bargaining
Zone)
Dalam
proses inti dari negosiasi, yaitu proses tawar menawar, kita perlu mengetahui
apa itu The Bargaining Zone (TBZ). TBZ adalah suatu wilayah ruang yang dibatasi
oleh harga penawaran pihak penjual (Seller’s Opening Price) dan Tawaran awal
oleh pembeli (Buyer’s Opening Offer). Di antara kedua titik tersebut terdapat
Buyer’s Ideal Offer, Buyer’s Realistic Price dan Buyer’s Highest Price pada
sisi pembeli dan Seller’s Ideal Price, Seller’s Realistic Price dan Seller’s
Lowest Price pada sisi pembeli.
Kesepakatan
kedua belah pihak yang paling baik adalah terjadi di dalam wilayah yang disebut
Final Offer Zone yang dibatasi oleh Seller’s Realistic Price dan Buyer’s
Realistic Price. Biasanya
kesepakatan terjadi ketika terdapat suatu overlap antara pembeli dan penjual dalam wilayah Final Offer Zone.
kesepakatan terjadi ketika terdapat suatu overlap antara pembeli dan penjual dalam wilayah Final Offer Zone.
E. Membangun Kesepakatan
Babak
terakhir dalam proses negosiasi adalah membangun kesepakatan dan menutup
negosiasi. Ketika tercapai kesepakatan biasanya kedua pihak melakukan jabat
tangan sebagai tanda bahwa kesepakatan (deal or agreement) telah dicapai dan
kedua pihak memiliki komitmen untuk melaksanakannya.
Yang
perlu kita ketahui dalam negosiasi tidak akan pernah tercapai kesepakatan kalau
sejak awal masing-masing atau salah satu pihak tidak memiliki niat untuk
mencapai kesepakatan. Kesepakatan harus dibangun dari keinginan atau niat dari
kedua belah pihak. Sehingga kita tidak bertepuk sebelah tangan. Sehingga
penting sekali dalam awal-awal negosiasi kita memahami dan mengetahui sikap
dari pihak lain, melalui apa yang disampaikan secara lisan, bahasa gerak tubuh
maupun ekspresi wajah. Karena jika sejak awal salah satu pihak ada yang tidak
memiliki niat atau keinginan untuk mencapai kesepakatan, maka hal tersebut
berarti membuang waktu dan energi kita. Untuk itu perlu dicari jalan lain,
seperti misalnya: conciliation, mediation dan arbitration melalui pihak ketiga.
Demikian
sekilas mengenai negosiasi, yang tentunya masih banyak hal lain yang tidak bisa
dikupas dalam artikel pendek. Yang penting bagi kita selaku praktisi Mandiri,
kita harus tahu bahwa negosiasi bukan hal yang asing. Setiap kita adalah
negosiator dan kita melakukannya
setiap hari setiap saat. Selain itu negosiasi memerlukan karakter (artinya menggunakan seluruh hati dan pikiran kita), memerlukan penguasaan metoda ataupun teknik-tekniknya dan memerlukan kebiasaan dalam membangun perilaku bernegosiasi yang baik dan benar.
setiap hari setiap saat. Selain itu negosiasi memerlukan karakter (artinya menggunakan seluruh hati dan pikiran kita), memerlukan penguasaan metoda ataupun teknik-tekniknya dan memerlukan kebiasaan dalam membangun perilaku bernegosiasi yang baik dan benar.
2.3 Teknik Bernegosiasi
Negosiator yang baik harus mengetahui dan menerapkan teknik-teknik untuk
beenegosiasi. Dengan bekal teknik inilah diharapkan sang negosiator mampu
memberikan hasil negosiasi yang terbaik bagi organisasinya. Teknik-teknik dalam
bernegosiasi tersebut antara lain:
1.
Win and lose Solution( Solusi
Menang-kalah)
Yaitu
teknik negosiasi yang memposisikan sang negosiator sebagai pihak yang harus
berupaya memperoleh hasil negosiasi yang menguntungkan semaksimal mungkin bagi
pihaknya(organisasinya) dengan mengalahkan pihak lain.
Dalam teknik ini terdapat dapat positif dan negatif bagi pihak yang
melakukannya.
a.
Segi Positifnya: Pihak yang diwakilinya(organisasinya)
diuntungkan karena menang dalam bernegosiasi dengan pihak yang kalah.
b. Segi Negatifnya: Dapat menimbulkan ketidak puasan bagi pihak yang kalah,
sehingga memicu diingkarinya
kesepakatan yang telah dibuat.
2.
Lose and Win Solution( Solusi Kalah-menang)
Yaitu
teknik negosiasi yang memposisikan sang negosiator pada pihak yang mengalah
untuk menang terhadap pihak lain dilain waktu.
a. Dampak
posiif dari teknik ini adalah: Proses negosiasi lebih cepat , dan
menimbulkan kepuasan bagi pihak lain.
-
Secara berlahan dan bertahap, kemenangan
akan dapat direbut dari pihak lawan.
b. Dampak negatifnya:-Untuk sementara
mengecewakan pihak yang bernegosiasi
- Jika tidak diperhitungkan secara matang,
tidak disiasati, dan tidak dikawal secara baik,
dapat menjadi bumerang karena ketika mengalah diawal dapat berisiko menjadi
kalah sesungguhnya.
3.
Win and Win Solution
Yaitu
teknik negosiasi yang berupa: Sang negosiator berupaya meluluskan
klausula negosiasinya dengan memberikan kesempatan kepada pihak lawan untuk
melakukan hal yang sama. Dalam pengertian lain, negosiasi ini dilakukun untu
memperoleh keuntungan bersama, tidak ada pihak yang menang atau kalah.
a. Segi
Positifnya:
-
Lebih menjamin kepuasan bersama.
-
Lebih dapat terhindar dari resiko
negatif.
-
Tidak terdapat istilah lebih mutlak,
harga mati atau lebih fleksibel.
b. Segi
Negatifnya:
-
Dalam melakukan proses negosiasi
membutuhkan waktu yang cukup lama, kadang memerlukan kesepakatan demi
keuntungan bersama.
- Biaya yang digunakan dalam teknik
ini relatif lebih mahal.
2.4 Seni Bernegosiasi
Dalam bernegosiasi ada beberapa hal yang harus kita perhatikan agar negosiasi
yang sedang kita lakukan tidak terkesan kaku dan tegang. Hal ini disebut dengan
seni bernegosiasi. Seni dalam bernegosiasi harus dimiliki oleh seorang
negosiator untuk mempermudah dia melakukan hubungan komunikasi dengan pihak
lawan. Seorang negosiator harus memiliki bekal:
1.
Pemahaman tentang kultur dan kearifan lokal dari masyarakat atau organisasi
yang dinegosiasi.
2. Penguasaan teknik
negosiasi yang baik.
3. Penguasaan bahasa
dari pihak yang dinegosiasi.
4. Pendekatan yang
diambil oleh seorang negosiator hendaknya adalah pendekatan yan humanis.
5. Negosiator harus
mampu membangun kepercayaan dari lawan.
6. Negosiator harus
berlaku adil dan proporsional
7. Negosiator
hendaknya bersabar dan mau mendengarkan lawan.
8.
Negosiator tidak memaksakan kehendak dan beretika baik.
2.5 Tipe
Negosiator
Pemahaman
yang baik terhadap karakteristik atau ciri-ciri berbagai macam negosiator akan
membantu mempermudah Anda dalam menentukan strategi bernegosiasi. Menurut
Casse, ada empat tipe negosiator (types of negotiator) yaitu; negosiator
curang, negosiator profesioal, negosiator bodoh, dan negosiator naïf.
Masing-masing tipe negosiator dapat dijelaskan berikut ini:
1.
Negosiator Curang
Anda harus hati-hati
berhadapan dengan seorang negosiator yang curang karena pada dasarnya yang
terlinta dalam benak pikirannya adalah bagaimana memenangkan negosiasi dan
mengalahkan Anda. Bahkan, bukanlah mustahil dapat menghalalkan segala cara.
Yang penting baginya adalah dapat memenangkan negosiasinya.
2.
Negosiator Profesional
Seorang negosiator yang
professional akan tahu apa yang sedang dinegosiasikan, dan tahu bagaimana
memperoleh apa yang diinginkannya. Ia memiliki pengetahuan dan keterampilan
bernegosiasi yang baik. Yang tak kalah pentingnya adalah ia tahu banyak hal
tentang lawan negosiasinya.
3.
Negosiator Bodoh
Seorang negosiator yang
bodoh cenderung menghendaki kekalahan untuk kedua belah pihak. Tidak peduli
apapun yang Anda lakukan,ia akan berusaha sekuat tenaga agar tidak ada yang
bisa keluar sebagai pemenang. Oleh karena itu, untuk menghadapi negosiator Anda
harus memahami apa yang sebenarnya terjadi dibalik perilaku pihak lawan yang
bodoh atau pura-pura bodoh tersebut.
4.
Negosiator Naif
Pada umumnya ia
adalah negosiator yang tidak siap bernegosiasi, tidak tau pokok persoalan yang
akan dinegosiasikan, bahkan cenderung percaya begitu saja pada pihak lawan
negosiasinya.
2.6 Analisis
Konflik
A. Ciri-Ciri
Konflik
Menurut Wijono( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah :
Menurut Wijono( 1993 : 37) Ciri-ciri Konflik adalah :
1. Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan, memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali ditandai dengan gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan seperti: status, jabatan, tanggung jawab, pemenuhan berbagai macam kebutuhan fisik: sandang- pangan, materi dan kesejahteraan atau tunjangan-tunjangan tertentu: mobil, rumah, bonus, atau pemenuhan kebutuhan sosio-psikologis seperti: rasa aman, kepercayaan diri, kasih, penghargaan dan aktualisasi diri.
4. Munculnya tindakan yang saling berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut -larut.
5. Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan, kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.
B. Tahapan-Tahapan Perkembangan kearah
terjadinya Konflik
1. Konflik masih tersembunyi (laten)
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.
Berbagai macam kondisi emosional yang dirasakan sebagai hal yang biasa dan tidak dipersoalkan sebagai hal yang mengganggu dirinya.
2. Konflik yang mendahului (antecedent condition)
Tahap perubahan dari apa yang dirasakan secara tersembunyi yang belum mengganggu dirinya, kelompok atau organisasi secara keseluruhan, seperti timbulnya tujuan dan nilai yang berbeda, perbedaan peran dan sebagainya.
3. Konflik yang dapat diamati (perceived conflicts) dan konflik yang dapat dirasakan (felt conflict)
Muncul sebagai akibat antecedent condition yang tidak terselesaikan.
4. Konflik terlihat secara terwujud dalam perilaku (manifest behavior)
Upaya untuk mengantisipasi timbulnya konflik dan sebab serta akibat yang ditimbulkannya, individu, kelompok atau organisasi cenderung melakukan berbagai mekanisme pertahanan diri melalui perilaku.
5. Penyelesaian atau tekanan konflik
Pada tahap ini, ada dua tindakan yang perlu diambil terhadap suatu konflik, yaitu penyelesaian konflik dengan berbagai strategi atau sebaliknya malah ditekan.
6. Akibat penyelesaian konflik
Jika konflik diselesaikan dengan efektif dengan strategi yang tepat maka dapat memberikan kepuasan dan dampak positif bagi semua pihak. Sebaliknya bila tidak, maka bisa berdampak negatif terhadap kedua belah pihak sehingga mempengaruhiprodukivitas kerja.(Wijono, 1993, 38-41).
C. Sumber-Sumber Konflik
1. Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict)
A.
Konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict)
Menurut Wijono (1993, pp.7-15), ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai (goal conflict), yaitu:
1) Approach-approach conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
2) Approach-Avoidance
Conflict, dimana orang didorong untuk melakukan pendekatan terhadap
persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuandan pada waktu yang sama
didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan tersebut dan tujuannya
dapat mengandung nilai positif dan negatif bagi orang yang mengalami konflik
tersebut.
3) Avoidance-Avoidance
Conflict, dimana orang didorong untuk menghindari dua atau lebih hal yang
negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.
Dalam hal ini, approach-approach conflict merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi, serta akibatnya tidak begitu fatal.
B. Konflik yang berkaitan dengan peran dan
ambigius
Di dalam organisasi, konflik seringkali terjadi karena adanya perbedaan peran dan ambigius dalam tugas dan tanggung jawab terhadap sikap-sikap, nilai-nilai dan harapan-harapan yang telah ditetapkan dalam suatu organisasi.
Filley and House memberikan kesimpulan atas hasil penyelidikan kepustakaan mengenai konflik peran dalam organisasi, yang dicatat melalui indikasi-indikasi yang dipengaruhi oleh empat variabel pokok :
1) Mempunyai kesadaran akan terjadinya konflik peran.
2) Menerima kondisi dan situasi bila muncul konflik yang bisa membuat tekanan-tekanan dalam pekerjaan.
3) Memiliki kemampuan untuk mentolelir stres.
4) Memperkuat sikap/sifat pribadi lebih tahan dalam menghadapi konflik yang muncul dalam organisasi (Wijono, 1993, p.15).
Stevenin (2000, pp.132-133), ada beberapa faktor yang mendasari munculnya konflik antar pribadi dalam organisasi misalnya adanya:
1. Pemecahan
masalah secara sederhana.
Fokusnya tertuju pada penyelesaian masalah dan orang-orangnya tidak mendapatkan
perhatian utama.
2. Penyesuaian/kompromi. Kedua pihak bersedia saling memberi dan menerima, namun tidak selalu langsung tertuju pada masalah yang sebenarnya.
Waspadailah masalah emosi yang tidak pernah disampaikan kepada manajer. Kadang-kadang kedua pihak tetap tidak puas.
3. Tidak sepakat. Tingkat konflik ini ditandai dengan pendapat yang diperdebatkan. Mengambil sikap menjaga jarak. Sebagai manajer, manajer perlu memanfaatkan dan menunjukkan aspek-aspek yang sehat dari ketidaksepakatan tanpa membiarkan adanya perpecahan dalam kelompok.
4. Kalah/menang. Ini adalah ketidaksepakatan yang disertai sikap bersaing yang amat kuat. Pada tingkat ini, sering kali pendapat dan gagasan orang lain kurang dihargai. Sebagian di antaranya akan melakukan berbagai macam cara untuk memenangkan pertarungan.
5. Pertarungan/penerbangan. Ini adalah konflik “penembak misterius”. Orang-orang yang terlibat di dalamnya saling menembak dari jarak dekat kemudian mundur untuk menyelamatkan diri. Bila amarah meledak, emosi pun menguasai akal sehat. Orang-orang saling berselisih.
6. Keras kepala. Ini adalah mentalitas “dengan caraku atau tidak sama sekali”.
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
Satu-satunya kasih karunia yang menyelamatkan dalam konflik ini adalah karena biasanya hal ini tetap mengacu pada pemikiran yang logis. Meskipun demikian, tidak ada kompromi sehingga tidak ada penyelesaian.
7. Penyangkalan. Ini adalah salah satu jenis konflik yang paling sulit diatasi karena tidak ada komunikasi secara terbuka dan terus-terang. Konflik hanya dipendam. Konflik yang tidak bisa diungkapkan adalah konflik yang tidak bisa diselesaikan.
D. Dampak Konflik
Konflik dapat berdampak positif dan negatif yang rinciannya adalah sebagai berikut :
1. Dampak Positif Konflik
Menurut
Wijono (1993:3), bila upaya penanganan dan pengelolaan konflik karyawan
dilakukan secara efisien dan efektif maka dampak positif akan muncul melalui
perilaku yang dinampakkan oleh karyawan sebagai sumber daya manusia potensial
dengan berbagai akibat seperti:
1.
Meningkatnya ketertiban dan kedisiplinan dalam menggunakan waktu bekerja,
seperti hampir tidak pernah ada karyawan yang absen tanpa alasan yang jelas,
masuk dan pulang kerja tepat pada waktunya, pada waktu jam kerja setiap
karyawan menggunakan waktu secara efektif, hasil kerja meningkat baik kuantitas
maupun kualitasnya.
2.
Meningkatnya hubungan kerjasama yang produktif. Hal ini terlihat dari cara
pembagian tugas dan tanggung jawab sesuai dengan analisis pekerjaan
masing-masing.
3.
Meningkatnya motivasi kerja untuk melakukan kompetisi secara sehat antar
pribadi maupun antar kelompok dalam organisasi, seperti terlihat dalam upaya
peningkatan prestasi kerja, tanggung jawab, dedikasi, loyalitas, kejujuran,
inisiatif dan kreativitas.
4.
Semakin berkurangnya tekanan-tekanan, intrik-intrik yang dapat membuat stress
bahkan produktivitas kerja semakin meningkat. Hal ini karena karyawan
memperoleh perasaan-perasaan aman, kepercayaan diri, penghargaan dalam
keberhasilan kerjanya atau bahkan bisa mengembangkan karier dan potensi dirinya
secara optimal.
5.
Banyaknya karyawan yang dapat mengembangkan kariernya sesuai dengan potensinya
melalui pelayanan pendidikan (education), pelatihan (training) dan konseling
(counseling) dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Semua ini bisa
menjadikan tujuan organisasi tercapai dan produktivitas kerja meningkat
akhirnya kesejahteraan karyawan terjamin.
2. Dampak Negatif Konflik
2. Dampak Negatif Konflik
Dampak
negatif konflik (Wijono, 1993, p.2), sesungguhnya disebabkan oleh kurang efektif
dalam pengelolaannya yaitu ada kecenderungan untuk membiarkan konflik tumbuh
subur dan menghindari terjadinya konflik. Akibatnya muncul keadaan-keadaan
sebagai berikut:
1. Meningkatkan jumlah absensi karyawan dan seringnya karyawan
mangkir pada waktu jam-jam kerja berlangsung seperti misalnya ngobrol
berjam-jam sambil mendengarkan sandiwara radio, berjalan mondar-mandir
menyibukkan diri, tidur selama pimpinan tidak ada di tempat, pulang lebih awal
atau datang terlambat dengan berbagai alasan yang tak jelas.
2. Banyak karyawan yang mengeluh karena sikap atau perilaku
teman kerjanya yang dirasakan kurang adil dalam membagi tugas dan tanggung
jawab.
Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
Seringnya terjadi perselisihan antar karyawan yang bisa memancing kemarahan, ketersinggungan yang akhirnya dapat mempengaruhi pekerjaan, kondisi psikis dan keluarganya.
3. Banyak karyawan yang
sakit-sakitan, sulit untuk konsentrasi dalam pekerjaannya, muncul
perasaan-perasaan kurang aman, merasa tertolak oleh teman ataupun atasan,
merasa tidak dihargai hasil pekerjaannya, timbul stres yang berkepanjangan yang
bisa berakibat sakit tekanan darah tinggi, maag ataupun yang lainnya.
4. Seringnya karyawan
melakukan mekanisme pertahanan diri bila memperoleh teguran dari atasan,
misalnya mengadakan sabotase terhadap jalannya produksi, dengan cara merusak
mesin-mesin atau peralatan kerja, mengadakan provokasi terhadap rekan kerja,
membuat intrik-intrik yang merugikan orang lain.
5. Meningkatnya
kecenderungan karyawan yang keluar masuk dan ini disebut labor turn-over.
Kondisi semacam ini bisa menghambat kelancaran dan kestabilan organisasi secara
menyeluruh karena produksi bisa macet, kehilangan karyawan potensial, waktu
tersita hanya untuk kegiatan seleksi dan memberikan latihan dan dapat muncul
pemborosan dalam cost benefit.
Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
Konflik yang tidak terselesaikan dapat merusak lingkungan kerja sekaligus orang-orang di dalamnya, oleh karena itu konflik harus mendapat perhatian. Jika tidak, maka seorang manajer akan terjebak pada hal-hal seperti:
1. Kehilangan karyawan yang berharga dan memiliki keahlian teknis. Dapat saja mereka mengundurkan diri. Manajer harus menugaskan mereka kembali, dan contoh yang paling buruk adalah karena mungkin Manajer harus memecat mereka.
2. Menahan atau mengubah informasi yang diperlukan rekan-rekan sekerja yang lurus hati agar tetap dapat mencapai prestasi.
3. Keputusan yang lebih buruk yang diambil oleh perseorangan atau tim karena mereka sibuk memusatkan perhatian pada orangnya, bukan pada masalahnya.
4. Kemungkinan sabotase terhadap pekerjaan atau peralatan. Seringkali dimaklumi sebagai faktor “kecelakaan” atau “lupa”. Namun, dapat membuat pengeluaran yang diakibatkan tak terhitung banyaknya.
5. Sabotase terhadap hubungan pribadi dan reputasi anggota tim melalui gosip dan kabar burung. Segera setelah orang tidak memusatkan perhatian pada tujuan perubahan, tetapi pada masalah emosi dan pribadi, maka perhatian mereka akan terus terpusatkan ke sana.
6. Menurunkan moral, semangat, dan motivasi kerja. Seorang karyawan yang jengkel dan merasa ada yang berbuat salah kepadanya tidak lama kemudian dapat meracuni seluruh anggota tim. Bila semangat sudah berkurang, manajer akan sulit sekali mengobarkannya kembali.
7. Masalah yang berkaitan dengan stres. Ada bermacam-macam, mulai dari efisiensi yang berkurang sampai kebiasaan membolos kerja. (Stevenin,2000 : 131-132).
E. Strategi Mengatasi Konflik
Menurut Stevenin (2000, pp.134-135), terdapat lima langkah meraih kedamaian dalam konflik. Apa pun sumber masalahnya, lima langkah berikut ini bersifat mendasar dalam mengatasi kesulitan:
1. Pengenalan
Kesenjangan antara keadaan yang ada diidentifikasi dan bagaimana keadaan yang seharusnya. Satu-satunya yang menjadi perangkap adalah kesalahan dalam mendeteksi (tidak mempedulikan masalah atau menganggap ada masalah padahal sebenarnya tidak ada).
2. Diagnosis
Inilah langkah yang terpenting. Metode yang benar dan telah diuji mengenai siapa, apa, mengapa, dimana, dan bagaimana berhasil dengan sempurna. Pusatkan perhatian pada masalah utama dan bukan pada hal-hal sepele.
3. Menyepakati suatu solusi
Kumpulkanlah masukan mengenai jalan keluar yang memungkinkan dari orang-orang yang terlibat di dalamnya. Saringlah penyelesaian yang tidak dapat diterapkan atau tidak praktis. Jangan sekali-kali menyelesaikan dengan cara yang tidak terlalu baik. Carilah yang terbaik.
4. Pelaksanaan
Ingatlah bahwa akan selalu ada keuntungan dan kerugian. Hati-hati, jangan biarkan pertimbangan ini terlalu mempengaruhi pilihan dan arah kelompok.
5. Evaluasi
Penyelesaian itu sendiri dapat melahirkan serangkaian masalah baru. Jika penyelesaiannya tampak tidak berhasil, kembalilah ke langkah-langkah sebelumnya dan cobalah lagi.
Stevenin (1993 : 139-141) juga memaparkan bahwa ketika mengalami konflik, ada hal-hal yang tidak boleh dilakukan di tengah-tengah konflik, yaitu:
1. Jangan hanyut dalam perebutan kekuasaan dengan orang lain. Ada pepatah dalam masyarakat yang tidak dapat dipungkiri, bunyinya: bila wewenang bertambah maka kekuasaan pun berkurang, demikian pula sebaiknya.
2. Jangan terlalu terpisah dari konflik. Dinamika dan hasil konflik dapat ditangani secara paling baik dari dalam, tanpa melibatkan pihak ketiga.
3. Jangan biarkan visi dibangun oleh konflik yang ada. Jagalah cara pandang dengan berkonsentrasi pada masalah-masalah penting. Masalah yang paling mendesak belum tentu merupakan kesempatan yang terbesar.
BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
Menurut Oliver, negosiasi adalah sebuah transaksi dimana kedua belah pihak
mempunyai hak atas hasil akhir. Hal ini memerlukan
persetujuan kedua belah pihak sehingga terjadi proses yang saling memberi dan
menerima sesuatu untuk mencapai kesepakatan bersama. Sementara itu Casse, negosiasi adalah proses dimana paling
sedikit ada dua pihak dengan persepsi, kebutuhan, dan motivasi yang berbeda
mencoba untuk bersepakat tentang suatu hal demi kepentingan bersama.
Proses negosiasi selalu melibatkan dua orang atau
lebih yang saling berinteraksi, mencari suatu kesepakatan kedua belah pihak,
dan mencapai tujuan yang dikehendaki bersama kedua belah pihak yang terlibat
dalam negosiasi. Menurut Casse, ada tiga tahapan penting dalam bernegosiasi,
yaitu tahap perencanaan (sebelum negosiasi), tahap implementasi (selama
negosiasi), dan tahap peninjauan (setelah negosiasi). Menurut Casse dalam
proses negoasiasi ada enam tahapan penting yang perlu diperhatikan, antara lain
: (1) persiapan, (2) kontak pertama, (3) konfrontasi, (4) Kompromi, (5) Solusi,
(6) konsolidasi.
Seorang negosiator dapat melakukan berbagai peran
penting dalam bernegosiasi, antara lain : Berperan sebagai seorang pemimpin,
faktual, analitis, reliasional, intuitif.
Ada empat tipe negosiator, yaitu negosiator curang,
negosiator professional, negosiator bodoh dan negosiator naïf.
3.2 Saran
Dalam melakukan negosiasi
diperlukan seseorang yang mampu melihat peluang, sabar, dan memiliki daya
sensitifitas social yang tinggi.Sebelum
melakukan negosiasi sehendaknya seorang negosiator mempelajari situasi yang ada.
CONTACT:
ONLY Whatsapp: 087816678146
Line: AntariksaBabibank
YM: remis123@ymail.com
HP: 087816678146 [Recommended Fast Response]
BBM: 79A1BA11[Recommended Fast Response]
Website: www.chinofashionjogja.com
Id Kaskus: riksasmp1
IG: @Antariksariksa
Twitter: @Antariksariksa